Kondisi politik yang stabil, pertumbuhan ekonomi di atas lima persen, serta densitas populasi yang tinggi (population base) merupakan faktor utama pendorong yang mencuatkan Indonesia sebagai bidikan utama investasi properti. Bahkan, menurut National Director Head of Strategic Consulting Jones Lang LaSalle Indonesia, Vivin Harsanto, Indonesia mengungguli Myanmar, Thailand, Philipina, Laos, dan Kamboja.
"Padahal, negara-negara tersebut juga tengah membangun dan menawarkan pertumbuhan harga yang tak kalah menarik. Hanya, untuk saat ini, Indonesia paling pesat pertumbuhannya," ungkap Vivin dalam Tinjauan Pasar Properti Jakarta, Kamis (23/1/2013).
Indonesia, imbuh Vivin, menawarkan perkembangan dan pertumbuhan investasi yang sangat bagus. Jika dulu hanya sebagai alternatif lahan garapan, sekarang menjadi destinasi investasi dan masuk dalam radar utama.
Tahun ini, meskipun pertumbuhan properti komersial mengalami perlambatan yang ditandai penurunan tingkat serapan dan harga sewa, namun diprediksi masih bisa mencapai angka pertumbuhan dua digit.
"Terutama pertumbuhan di sektor perkantoran yang akan mencapai sebesar 15 persen," ujar Head of Research Jones Lang LaSalle Indonesia, Anton Sitorus.
Terlebih, lanjut dia, pertumbuhan pasar properti setelah enam bulan pertama dan Pemilu 2014, pasar akan kembali bergerak naik pada 2015 mendatang. Pengembang mulai melakukan ekspansi proyek di seluruh Indonesia.
"Investor bersiap melakukan eksekusi dan pembeli yang sebelumnya wait and see akan memutuskan bertransaksi. Pasar akan kembali bergairah," imbuh Anton.
Siklus properti seperti inilah yang menjadi daya tarik Indonesia di mata investor asing. Adapun investor asing asal China yang masuk Indonesia, ada dua perusahaan pengembang.
Menurut Vivin, mereka akan mengembangkan properti komersial perkantoran dan kondominium di pusat kota Jakarta. Mereka merupakan pengembang yang menempati urutan enam dan sepuluh besar di negaranya. Sementara itu, investor asal Jepang membidik kawasan pinggiran Jakarta.
"Mereka akan membuka lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan industri, perumahan dan komersial. Baik investor China maupun Jepang, mereka sudah mendapat mitra lokal dan tinggal melakukan eksekusi," imbuh Vivin.
Sementara investor Singapura, yakni GIC Investment, telah mengakuisisi satu gedung perkantoran dalam area pengembangan St Regis, Gatot Subroto, Jakarta. GIC merupakan salah satu perusahaan pengelola dana terkemuka di Singapura. Melalui afiliasinya mereka mengakuisisi gedung perkantoran 47 lantai St Regis.
"Selain GIC, ada banyak pengembang dan investor asal Singapura yang melirik Indonesia. Mereka memilih dua opsi membangun dari nol dalam arti bermitra dengan pengembang lokal (green field) dan akuisisi gedung jadi," cetus Vivin.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.