Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TDL Melejit, Peritel Menjerit

Kompas.com - 23/01/2014, 19:35 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana Pemerintah melalui Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menaikkan tarif dasar listrik harus ditinjau ulang. Pemerintah berencana menaikkan tarif dasar listrik (TDL) untuk pelanggan industri besar (I4) dan industri menengah yang sudah melantai di bursa saham (I3) mulai 1 Mei 2014.

Hal tersebut dikemukakan Direktur Pakuwon Group dan Ketua Dewan Pembina Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI), A Stefanus Ridwan, kepada Kompas.com, Rabu (23/1/2014). Pasalnya, meski kenaikan itu dilakukan seiring dengan pencabutan subsidi listrik secara bertahap untuk dua golongan pelanggan industri tersebut, namun besaran tarifnya harus dibedakan. Kenaikan TDL hanya akan membebani rakyat kecil alias konsumen yang menjadi segmen peritel pusat belanja.

"Dampak langsungnya justru membebani mereka, bukan membebani pengembang pusat belanja. Karena, pengelola pusat belanja tidak pernah membayar listrik, melainkan hanya menalangi. Yang membayar tagihan listrik justru peritel. Kami membebankan tagihan listrik melalui biaya perawatan (service charge)," jelas Stefanus.

Peritel, lanjut Stefanus, tentu tidak akan menanggung beban tersebut sendirian. Untuk mencegah turunnya margin keuntungan, mereka pasti menaikkan harga jual barang dagangannya.

"Pada gilirannya, konsumen kecil juga yang dirugikan. Terlebih dari sejumlah total 300 pusat belanja di Indonesia, hanya 5 persen yang merupakan pusat belanja kelas atas. Lainnya merupakan pusat belanja menengah bawah. Nah, konsumen Indonesia didominasi kelas menengah bawah," tandas Stefanus.

Seharusnya, kata Stefanus, pemerintah membedakan besaran tarif listrik untuk apartemen, hotel, perkantoran, dan pusat belanja. Jangan disamaratakan.

Hal yang sama dikemukakan National Director Head of Strategic Consulting Jones Lang LaSalle Indonesia, Vivin Harsanto. Menurutnya, tak hanya kenaikan tarif listrik, yang membebani penyewa pusat belanja. Nilai tukar Rupiah yang tak kunjung membaik juga menjepit mereka.

"Penyewa akan kesulitan menghadapi kenaikan service charge yang di dalamnya termasuk komponen tarif listrik. Jika sebelumnya nilai kurs masih Rp 9.000 per satu dollar AS, kini menjadi Rp 12.000.  Ini akan berdampak pada harga jual barang dagangan, yang pada gilirannya mempengaruhi sales mereka," jelas Vivin.

Lebih jauh lagi, tambah Vivin, kenaikan tarif listrik juga berdampak pada harga sewa (rental rate).  Kalau peritel kesulitan membayar sewa, pengembang harus mempertimbangkan ulang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau