Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

David Gianotten: Belum Terlambat Menyelamatkan Kota Tua!

Kompas.com - 02/01/2014, 12:10 WIB
Tabita Diela

Penulis

KOMPAS.com - Bertempat di Pusat Kebudayaan Belanda Erasmus Huis Jakarta, beberapa arsitek dunia dan Indonesia berkumpul dalam acara Architalk, Sabtu (14/12/2013) pagi. Acara dengan tajuk "Projects for the City" atau "Proyek untuk Kota" tersebut menjadi ajang bagi para arsitek berbagi karya dan pemikirannya.

Salah satu hal yang menarik dalam acara bincang-bincang berkonsep kuliah umum tersebut adalah pendekatan David Gianotten dan Michael Kokora dari OMA Asia. Keduanya sepakat, dalam merevitalisasi situs tua dan bersejarah atau situs yang sudah ditinggalkan. Mereka tidak hanya melihat situs tersebut sebagai monumen, namun melihatnya secara keseluruhan.

David Gianotten mengatakan, firma arsitektur internasional tempatnya bekerja, OMA, tengah terlibat dalam proses revitalisasi Kota Tua di Jakarta. Namun, Gianotten enggan membeberkan detil revitalisasi tersebut. Dia hanya memberikan perumpamaan lewat pendekatan-pendekatan yang sudah dilakukannya untuk beberapa situs berkondisi hampir serupa di Taiwan dan Rusia sebelumnya. Gianotten bilang, keberadaan Kota Tua belum terlambat untuk diselamatkan.

"Belum, tentu saja belum terlambat," ujar Gianotten, ditemui KOMPAS.com seusai kuliah umumnya.

"Kami sebelumnya telah menemukan area yang berada dalam kondisi lebih buruk yang kini menjadi bagian hidup dari kota kembali. Seperti sudah saya tunjukkan sebelumnya hari ini di dalam kuliah umum, di Taiwan, proyek tersebut berada dalam kondisi yang jauh lebih buruk daripada proyek Kota Tua. Namun, hal baik dari proyek (Kota Tua) tersebut adalah kekuatannya sudah bersatu. Sudah menjadi proyek, sudah maju," tambahnya.

Lantas, jika Kota Tua tergolong tidak terlalu buruk kondisinya, bagaimana citra kota tua di mata seorang David Gianotten?

"Pertama-tama, saya sering berada di sini karena saya sangat mencintai Indonesia. Saya sering berada di Jakarta dan Kota Tua merupakan tempat bersejarah penting baginya. Kota Tua juga tempat penting dalam hal pengembangan kota," ujarnya.

"Anda bisa lihat di sana (Kota Tua) ada banyak lapisan, lapisan sejarah, lapisan kehidupan, lapisan saling berukar antar penduduk, banyak yang masih tampak hingga saat ini, meski Anda juga bisa melihat bangunan-bangunannya kini berada dalam kondisi buruk, infrastrukturnya juga buruk, sistem airnya buruk, dan penghijauannya saat ini tidak ada, padahal dulu area hijau, situasi infrastrukturnya sangat buruk, bahkan sulit mencapai (Kota Tua)," kata Gianotten.

Namun, dia juga mengungkapkan bahwa meski berada dalam kondisi rumit, solusi untuk Kota Tua bisa dicari. Semua yang terlibat hanya butuh energi dan satu tujuan.

Gianotten menggarisbawahi kebiasaan dan kebudayaan kaum muda Indonesia yang selalu bersama, bersatu, dan berkolaborasi. Hal ini harusnya digunakan dengan tepat. Dia bilang, jika para pemuda bersatu, ditambah juga dengan pengalaman dan kemampuan arsitek kelas dunia, para pemilik gedung yang sangat ingin memperbaiki tampilan dan kualitas gedung, tak bisa dibayangkan jika momentum tersebut tidak digunakan.

Hidup baru Jakarta

Itulah yang terjadi pada Kota Tua. Setidaknya, sebagian dari Kota Tua. Segelintir arsitek muda Indonesia berinisiatif menggandeng para arsitek senior Indonesia, pemilik gedung di kawasan Kota Tua, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Menurut Gianotten, mereka juga berkolaborasi dengan Pemerintah Belanda. Di sanalah terbuka kesempatan para arsitek asing, khususnya yang berafiliasi dengan Pemerintah Belanda, untuk ambil bagian dalam proyek ini.

"Menurut saya, yang benar-benar menarik adalah inisiatifnya datang dari para arsitek muda Indonesia, dalam kombinasi dengan arsitek senior Indonesia, mereka berkolaborasi dengan pemilik beberapa gedung dalam kawasan Kota Tua, serta pemerintah dalam menyelesaikan cetak biru pemerintah bagi Kota Tua. Juga berkolaborasi dengan pemerintah Belanda, itulah yang membuat kami bisa berkontribusi (pada proyek ini)," ujar Gianotten.

Menurut dia, proyek ini tidak hanya mengenai warisan budaya (heritage) dan konservasi, namun juga cara untuk memberikan hidup baru bagi bagian kota Jakarta tersebut. Jakarta pernah tumbuh dari kawasan tersebut. Kini, waktunya kembali merangkulnya.

"Saya melihat proyek Kota Tua tidak sebagai proyek untuk mengabadikannya menjadi museum, namun untuk memberikannya hidup baru dan menjadikannya pusat kehidupan di Jakarta. Artinya, proyek ini bukan mengenai pembuatannya menjadi museum, namun mengenai pemberian fungsi baru, memasukkan energi baru ke dalamnya, yang hanya bisa dilakukan jika semua pihak bersatu dan berbagi visi serta ambisi serupa," imbuhnya.

Sekilas, proyek ini memberikan fungsi baru, bahkan menambahkan fasad dan volume baru ke dalam lokasi terdengar seperti langkah yang diambil OMA bagi situs-situs lain di dunia. Namun, Gianotten mengungkapkan bahwa hal ini bukan idenya. Tidak ada yang bisa mengakui ide tersebut.

"Bukan, itu bukan (ide) milik saya. Saya pikir dalam proyek seperti ini tidak ada yang memilikinya. Sebuah proyek seperti ini punya kontribusi dan semua orang yang ambil bagian dalam proyek memberikan kontribusinya," ujarnya.

Seperti diketahui, David Gianotten bergabung dengan OMA pada 2008. Dia meluncurkan kantor OMA di Hong Kong pada 2009. Setahun kemudian, dia menjadi rekanan yang bertanggung jawab atas OMA Asia.

Sudah cukup banyak proyek yang berada di bawah tanggung jawabnya, termasuk Shenzhen Stock Exchange, Taipei Performing Arts Centre, Chu Hai College of Higher Education di Hong Kong dan tahap akhir pembangunan kantor pusat CCTV di Hong Kong.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com