JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Negara Perumahan Rakyat (Kemenpera) akan mengesahkan tiga Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) menjadi Peraturan Pemerintah (PP) pada April 2014 mendatang.
Ketiga RPP tersebut adalah RPP Penyelenggaraan untuk Rusun, Perumahan, dan Kawasan Pemukiman, RPP terkait Pembiayaan, dan RPP mengenai pembentukan Badan Pelaksana Pembangunan Rumah Susun.
Hal tersebut disampaikan Sekretaris Kemenpera Rildo Ananda Anwar kepada Kompas.com, Rabu (11/12/2013).
Menurutnya, RPP yang disusun merupakan pelaksanaan dari kedua UU Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Kawasan Perumahan dan Kawasan Permukiman, serta UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun.
Dengan demikia, sejak UU Nomor 1/2011 telah disahkan pada 12 Januari 2011, dan UU Nomor 20/2011 pada 10 November 2011, dibutuhkan waktu tiga tahun untuk menjadi PP. Padahal PP ini sangat penting untuk mendukung percepatan pembangunan perumahan dan permukiman dan juga mengatasi backlog yang saat ini sudah mencapai sekitar 16,5 juta unit.
Dalam rencana awal, Kemenpera akan membuat lima RPP. Kelimanya adalah RPP Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pembinaan Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Pemukiman, Tata Cara Pengerahan dan Pemupukan Dana dan Pelaksanaan Kemudahan atau Bantuan Pembiayaan dalam Sistem Pembiayaan Perumahan dan Kawasan Permukiman, Penyelenggaraan Rumah Susun, serta RPP Badan Pelaksana Pembangunan Perumahan dan Permukiman.
Menarik dan berpotensi menimbulkan masalah
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun (rusun) ini sebenarnya memiliki poin-poin menarik. Sayangnya, poin-poin tersebut juga berpotensi menimbulkan masalah baru.
Beberapa poin yang santer terdengar sejak awal tahun ini adalah Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) pada rusun, serta pembentukan dan pelaksanaan P3SRS. Satu poin lagi yang menarik dan penting mendapatkan payung hukum adalah sertifikasi pelaku pembangunan.
Hanya, poin terakhir tentang sertifikasi tersebut, masih dipandang berpotensi menimbulkan masalah. Beberapa masalah itu di antaranya kerumitan birokrasi dan tambahan biaya, khususnya biaya aksesor dan biaya uji kompetensi.
Namun, Kepala Biro Hukum dan Kepegawaian Kemenpera Maharani, Rabu (11/12/2013) lalu, menyampaikan optimismenya serta kemungkinan peran aktif dari asosiasi profesi untuk menanggulangi permasalahan tersebut dan membantu proses sertifikasi lebih efektif.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.