"Ada 6.500 calon di seluruh Indonesia yang memperebutkan kursi di Lembaga Legislatif pusat dan daerah. Dengan asumsi satu calon mengeluarkan biaya Rp 4 miliar, maka tambahan uang beredar mencapai Rp 26 triliun. Ini kesempatan besar bagi pelaku industri properti menguasai pasar," ujar Panangian kepada Kompas.com, Rabu (4/9/2013).
Sementara bagi pembeli dan investor, faktor ekonomis dari nilai properti menjadi pertimbangan utama karena potensinya akan terus naik hingga memberikan keuntungan maksimal.
Jadi, lanjutnya, tiga bulan terakhir tahun 2013 ini pertumbuhan properti masih terus menunjukkan kurva menanjak, meski pun sedikit mengalami perlambatan akselerasi. Perlambatan laju pertumbuhan ini disebabkan kenaikan suku bunga, pemberlakuan rasio kredit terhadap nilai aset pinjaman (loan to value/LTV), depresiasi Rupiah, dan tingkat inflasi.
Melambatnya laju pertumbuhan ini, kata Panangian, hanya akan berlangsung sampai kuartal I 2014. Alias masa transisi. Dalam tiga bulan pertama tahun depan, memang akan terjadi penurunan jumlah transaksi sekitar 10 persen karena turunnya jumlah permintaan, atau kebutuhan dari pembeli baru. Setelah itu, kondisi pasar bergolak lagi untuk kembali normal.
"Pergelaran Pemilu Legislatif dan juga Eksekutif akan mendongkrak pertumbuhan sektor properti. Namun, setelah itu rampung, pertumbuhan akan kembali mengalami penurunan. Saya perkirakan tahun 2015 mulai lesu, permintaan sedikit, pasok bertambah yang berasal dari proyek-proyek yang dilansir dari tahun-tahun sebelumnya," jelas Panangian.
Jika tahun 2013 dan dua tahun sebelumnya merupakan saat-saat seller's market, maka tahun depan, pasar harus siap dengan perubahan menjadi buyer's market. "Harga properti tidak akan melambung tinggi, atau sepesat seperti sekarang dan beberapa tahun lalu, meski masih mengalami kenaikan," tandasnya.