Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/06/2020, 07:00 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah mengembangkan food estate di lahan eks-Pengembangan Lahan Gambut (PLG) Sejuta Hektar di Kalimantan Tengah (Kalteng).

Food estate ini merupakan suatu daerah yang ditetapkan sebagai lumbung pangan baru di Indonesia.

Lokasi lumbung pangan baru yang juga merupakan bagian dari Program Strategis Nasional (PSN) Tahun 2020 hingga 2024 tersebut berada di Kabupaten Pulang Pisau, Provinsi Kalteng.

Lantas apa itu Proyek PLG Sejuta Hektar?

Pengembangan lahan ini merupakan antisipasi terhadap penyusutan lahan di Pulau Jawa dan sekaligus untuk memacu pembangunan di luar Pulau Jawa.

Baca juga: Pulang Pisau Jadi Lumbung Pangan Nasional, PMO Harus Segera Dibentuk

Proyek tersebut dimulai saat Presiden Soeharto masih berkuasa.

Dia berencana mengembangkan lahan gambut seluas 1,45 juta hektar pada tahun 1995 di Kalteng.

Keberadaan PLG diharapkan dapat menjadi penyangga pasokan beras Nasional. Hal ini menyusul, terjadinya penurunan luas area pertanian dari 16,6 juta hektar menjadi 13,4 juta hektar atau turun 19,47 persen selama 10 tahun (1983-1993).

Pemilihan Kalteng sebagai lokasi PLG dilatarbelakangi oleh kondisi wilayahnya. Pada waktu itu, terdapat lahan rawa seluas 5,8 juta hektar dari total luas kawasan Kalteng.

Di sisi lain, penduduk provinsi ini hanya 1,6 juta jiwa atau sebanyak 9 jiwa per kilometer persegi.

Megaproyek ini juga ditargetkan dapat menampung 316.000 kepala keluarga (KK) atau 1,7 juta jiwa transmigran.

Jumlah itu dibagi 60 persen penduduk lokal, sementara sisanya 40 persen didatangkan dari daerah lain.

Baca juga: Food Estate 165.000 Hektar Eks Lahan Gambut Siap Berproduksi Tahun 2022

Rencana pembangunan itu ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 82 Tahun 1995 tentang Pengembangan Lahan Gambut Untuk Pertanian Tanaman Pangan di Kalimatan Tengah.

Akan tetapi, pengembangan lahan tersebut dinilai tidak tepat dan mendapat tentangan dari sejumlah pihak.

Dilansir dari Harian Kompas 1 Maret 1997, Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Soleh Solahuddin ketika itu mengemukakan, dari total luas lahan 1,46 juta hektar, area yang dapat digunakan untuk lahan pertanian baik pangan dan perkebunan hanya sekitar 586.700 hektar.

Dengan demikian, selisih antara luas area pengembangan proyek dan lahan yang dinilai bisa dimanfaatkan sekitar 870.500 hektar.

Selain itu, data hasil Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Regional Pengembangan Lahan Sejuta Hektar di Provinsi Kalteng, yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup IPB menunjukkan, pengembangan lahan gambut di Kalteng secara kuantitatif berdampak negatif penting lebih besar.

Meski demikian, Soleh juga menerangkan masih ada dampak positif dari proyek ini. Di antaranya adalah pembangunan ekonomi wilayah, pemerataan pembangunan wilayah, dan sekaligus mengurangi beban daerah padat penduduk seperti Pulau Jawa dan Bali.

Pengembangan proyek

Proyek PLG ini mencakup kawasan bekas Hak Pengusahaan Hutan (HPH) di Daerah Aliran Sungai (DAS) empat sungai, yakni Sungai Barito, Sungai Kapuas, Sungai Khayan, dan Sungai Sebangau.

Baca juga: Dukung Lumbung Pangan Baru, Jaringan Irigasi 85.000 Hektar Disiapkan

Dari total luas area tersebut, 60 persen di antaranya merupakan lahan gambut. Sedangkan sisanya adalah tanah aluvial.

Kepala Proyek PLG Pertanian Balubu Siregar, seperti diberitakan Harian Kompas 21 Agustus 1998, menuturkan, tanah aluvial di lahan tersebut seluas 400.000 hektar.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com