JAKARTA, KOMPAS.com - Penerapan aturan sepeda motor dapat masuk jalan tol perlu dikaji secara matang. Pemerintah tidak bisa hanya mempertimbangkan asas keadilan bagi masyarakat dalam menerapkan kebijakan tersebut.
Aspek keamanan dan keselamatan harus tetap menjadi pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan ini.
Usulan motor boleh masuk tol pertama kali dicetuskan Ketua DPR Bambang Soesatyo. Politisi Golkar itu merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas PP 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol.
Dalam Pasal 38 ayat 1a disebutkan 'Pada jalan tol dapat dilengkapi dengan jalur jalan tol khusus kendaraan bermotor roda dua yang secara fisik terpisah dari jalur jalan tol yang diperuntukkan bagi kendaraan bermotor roda empat atau lebih'.
Baca juga: Bambang Soesatyo: Yang Masih Nyinyir Motor Masuk Tol, Cek Dulu PP-nya
Sejauh ini, dua ruas tol telah menerapkan aturan itu yakni Tol Bali Mandara dan Jembatan Tol Suramadu.
Namun, penerapan aturan pada kedua ruas itu dinilai karena keterbatasan moda transportasi publik dan jalur alternatif yang mampu menunjang kecepatan dan ketepatan waktu berkendara masyarakat.
"Kalau lihat Jakarta, Surabaya, Medan, persoalannya itu bukan berikan jalur untuk pengendara motor. Kita itu sudah terlalu banyak (motor) sebetulnya, kita perlu cari moda yang lain," kata Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR Endra S Atmawidjaja di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Sebaliknya, jika masyarakat sudah memiliki banyak pilihan, dan ada kepastian waktunya, tinggal mempertimbangkan masalah efisiensi.
"Kalau mau efisien dia bisa lebih cepat. Yang terbatas ini kan sebetulnya pilihannya kan kalau motor ini. Karena dia kan enggak dikasih pilihan hanya lewat satu itu saja. Kan gitu," imbuh Endra.
Baca juga: Ini Aturan yang Perbolehkan Motor Lewat Tol
Karena itu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiady akan membuat kajian mendalam dari berbagai aspek. Mulai dari hukum, keamanan, sosial, hingga efisiensi.
Hal ini tentu menyesuaikan karakter dan perilaku masyarakat di sana, sehingga tidak bisa disamakan dengan jalan tol lainnya.
"Dua jalan tol itu kan ada (jalur) sepeda motornya, belum ada (aturan) sepeda motor di PP Nomor 15 Tahun 2005, untuk mengakomodir keinginan dengan karakter perilaku lalu lintas di sekitar sana dibuatlah revisi PP itu," ungkap Budi.
Baca juga: Menilik Usulan Ketua DPR Soal Sepeda Motor Bisa Masuk Tol
Sementara itu, Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi justru mengkritik wacana dibolehkannya sepeda motor masuk tol.
Menurut dia, wacana tersebut kontrakdiktif terhadap aspek keselamatan berkendara. Sebab, selama ini mayoritas kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi didominasi sepeda motor.