KOMPAS.com - Sudah sejak lama Kota Seoul berbenah. Bukan hanya dalam hal infrastruktur, namun juga penyediaan ruang terbuka hijau (RTH).
Salah satu yang terkenal adalah pembangunan Sungai Cheonggyecheon yang menjadi magnet bagi penduduk dan wisatawan.
Proyek pembangunan kembali sungai ini telah memberikan berbagai keuntungan di bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan.
Baca juga: Rahasia Keindahan Sungai Cheonggyecheon yang Dikagumi Jokowi
Skema pembangunan sungai ini bahkan telah menjadi salah satu panduan bagi pengembangan tata kota di seluruh Korea Selatan.
Sebelum berubah menjadi ruang publik, wilayah pusat kota Seoul dilintasi oleh dua buah jalan. Sejak dekade 1960-an, jalan raya yang melintasi pusat kota, terutama di wilayah Cheonggyecheon menjadi penghubung di berbagai wilayah.
Setiap harinya, ada sekitar lebih dari 168.556 kendaraan yang melintas. Dari jumlah tersebut sebanyak 102.747 kendaraan melewati jalan layang, dan ada 65.810 yang melalui jalan di bawahnya.
Pembongkaran dilakukan untuk membangun kembali ruang publik dan mengembalikan sungai bersejarah di kota itu.
Keputusan ini tentu saja mengejutkan, apalagi jalan itu menjadi penghubung wilayah utara dan selatan Seoul.
Namun, wali kota Seoul saat itu memaparkan tujuan jangka panjang dilakukannya pembongkaran jalan.
Pemerintah kota bahkan melakukan pertemuan dan diskusi hingga 4.200 kali dengan berbagai pelaku bisnis yang khawatir akan rencana tersebut.
Laporan GIZ dan Korea Transport Institute mengatakan adanya pertimbangan lain dalam pembangunan kembali sungai.
Selain perlunya RTH dan pelestarian situs sejarah, Pemerintah Seoul pada waktu itu menemukan adanya kerusakan dalam struktur fondasi jalan layang, sehingga membutuhkan pemeliharaan.
Baca juga: Revitalisasi Kali Besar dan Inspirasi dari Sungai Cheonggyecheon
Selain itu, aliran air yang masuk dan menggenang di bagian fondasi jalan menjadi penyebab munculnya berbagai kandungan gas beracun, seperti karbon monoksida dan metana. Penyebab lain adalah adanya korosi pada fondasi jalan.
Dengan berbagai masalah kesehatan yang membayangi, membuat pemerintah kota akhirnya membuat keputusan untuk mengembalikan lanskap wilayah tersebut sesuai aslinya.