JAKARTA, KompasProperti - Kemacetan hampir menjadi pemandangan sehari-hari di berbagai kota besar di belahan negara manapun di dunia. Sekali pun sudah ada alat transportasi massa, tidak ada jaminan bahwa kemacetan akan berkurang.
Siapa tak kenal London? Ibu Kota Inggris itu dikenal memiliki moda transportasi yang cukup lengkap, mulai dari metro, bus, hingga crossrail.
Baca juga : Waktu Tunggu Transjakarta Lama, Masyarakat Beralih ke Moda Online
Tak hanya itu, untuk mengurangi minat masyarakat menggunakan kendaraan pribadi, pemerintah setempat bahkan telah menerapkan kebijakan tarif parkir mahal dan Electronic Road Pricing (ERP).
"Kota seperti London pun pada jam-jam sibuk pasti macet. London itu sudah semuanya ada lho, tapi pada jam-jam sore hari itu sama saja macet juga," kata Direktur Institute for Transportation and Development Policy (ITDP) Yoga Adiwinarto kepada KompasProperti, Jumat (17/11/2017).
Baca juga : Problematika Bus Transjakarta, Baut Copot, Reyot, sampai Kebeler
Lantas bagaimana dengan Jakarta?
Transjakarta, misalnya. Berdasarkan data yang ada, jumlah bus Transjakarta yang akan beroperasi tahun ini sebanyak 2.383 unit.
Dari jumlah tersebut, 1.431 unit di antaranya diketahui milik operator dan 952 unit sisanya milik PT Transjakarta.
Namun, jumlah itu belum sepenuhnya ada, lantaran beberapa masih dalam tahap rencana penambahan. Adapun untuk operator, rencana penambahan sebanyak 253 unit dan 539 unit untuk PT Transjakarta, dalam berbagai jenis.
Faktor lain penyebab kemacetan yakni adanya sejumlah pekerjaan konstruksi yang dilakukan bersamaan, seperti Mass Rapid Transit (MRT), Light Rail Transit (LRT), proyek underpass hingga flyover. Belum lagi pekerjaan peremajaan jalan di berbagai titik.
"Yang dilakukan London, itu rasionalisasinya adalah orang itu tidak menggunakan kendaraan pribadi untuk bepergian. Kalau mau gunakan kendaraan pribadi, konsekuensinya apa? Ya kalau macet, tanggung sendiri. Sudah bayar mahal, masih macet, ya salah sendiri," kata dia.
Untuk mengatasi tingginya tarif, pemerintah London akhirnya menyediakan sarana transportasi umum yang dapat diakses masyarakat dengan harga terjangkau.
"Di situ juga kelihatan orang yang menggunakan angkutan umumnya itu jauh lebih besar dari pada kendaraan pribadi," sebut Yoga.
Bukan Zaman Orba