Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Tahun Diterjang Bising dan Debu, Akhirnya MRT Jadi Juga

Kompas.com - 06/11/2017, 07:00 WIB
Haris Prahara

Penulis

KompasProperti – Pembangunan infrastruktur tentunya membutuhkan pengorbanan, terutama bagi warga di dekat lokasi proyek tersebut. Kerelaan hati dibutuhkan demi kemaslahatan publik yang lebih besar.

Ambil contoh, pengerjaan mass rapid transit (MRT) Jakarta. Infrastruktur angkutan massal tersebut direncanakan beroperasi pada 2019. Sebuah harapan baru untuk mengurai benang kusut kemacetan Ibu Kota.

Baca juga : 18 Bulan Lagi MRT Jakarta Beroperasi

Untuk mencapai ke sana, prosesnya tak mudah. Muncul segala dinamika dalam pengerjaannya, mulai dari resistensi warga, hambatan pembebasan lahan, dan lain sebagainya. Semuanya mesti dilalui dengan satu tujuan, kebanggaan bahwa MRT pertama bakal terwujud di Indonesia.

Jika kita menengok ke negara tetangga, misalnya Singapura, yang telah mengoperasikan MRT lebih dari dua dekade, tantangan serupa bermunculan saat konstruksi berlangsung. 

Namun, lihatlah bagaimana saat ini warga Singapura dapat memetik hasilnya. MRT menjadi tulang punggung mobilitas warga negara pulau tersebut.

Teranyar, Singapura mengoperasikan satu jalur baru yakni Downtown Line 3 pada Sabtu (21/10/2017) lalu.

Jalur tersebut dirancang sepanjang 21 kilometer dan terdiri dari 16 stasiun dari Fort Canning hingga Expo. Rutenya melintasi sejumlah wilayah yang selama ini belum terlayani MRT, seperti Geylang Bahru, Kaki Bukit, dan Bedok Reservoir.

Ketika proses pembangunan Downtown Line 3 tersebut, protes warga menjadi hal lumrah bagi otoritas setempat. Bagaimana tidak, jalur tersebut memiliki akses yang dekat dengan sejumlah permukiman penduduk, mungkin hanya berjarak selemparan batu.

Baca juga: Berkaca pada Singapura, "Ular Besi" Terus Menjalar Hingga Permukiman

Pembangunan itu seolah menjadi mimpi buruk berkepanjangan bagi warga terdampak. Sebut misalnya, Eric Tan dan keluarganya.

Pekerjaan Downtown Line 3 itu, ujar Eric, berlangsung hingga lewat tengah malam. Melalui hari tanpa tidur sama sekali acap kali dialami Eric dan keluarganya. Jika beruntung, ia masih bisa terlelap, walaupun dengan beberapa kali tersadar akibat suara bising.

Terganggu akan hal tersebut, ia berinisiatif menghubungi pihak terkait yang dirasanya dapat memperbaiki keadaan. Mulai dari Badan Lingkungan Nasional yang mengawasi polusi suara, Otoritas Transportasi Darat (LTA) yang bertanggung jawab atas proyek Downtown Line 3, hingga pihak kepolisian.

Pengunjung berfoto di depan stasiun MRT Fort Canning, SingapuraAlphonsus Chern untuk Straits Times Pengunjung berfoto di depan stasiun MRT Fort Canning, Singapura
Walaupun Eric menyadari bahwa pembangunan MRT tersebut untuk kebaikan masyarakat, tetapi kebisingan dan gangguan yang ditimbulkan tetap saja membuatnya jengkel.

Lantas, apa jawaban pihak terkait terhadap keluhan Eric?

"Mereka (otoritas berwenang) meminta untuk bersabar karena kami bakal merasakan manfaatnya suatu saat nanti. Mereka mengatakan bahwa pekerjaan itu tetap berlanjut apa pun yang terjadi,” tutur Eric seperti dilansir Channel News Asia.

Meski begitu, ketika Eric mengajukan keluhan, suara konstruksi sempat mereda tetapi hanya beberapa hari.

Halaman Berikutnya
Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau