PALEMBANG, KompasProperti - Kendati telah digarap sejak 2015, proyek light rail transit (LRT) Palembang, Sumatera Selatan, baru mencapai 68,05 persen. Padahal, proyek ini ditargetkan rampung Juni 2018.
Kepala Proyek Utama LRT Palembang Mas'udi Jauhari mengaku, ada sejumlah kendala yang dihadapi dalam pembangunan proyek senilai Rp 10,9 triliun itu. Di antaranya terkait pembebasan lahan untuk depo.
Baca juga : Proyek LRT, Proyek Gila
"Sekarang sudah ada konsinyasi, sampai nanti diputuskan, kita sudah bisa kerjakan fisik sampai area depo," kata Mas'udi kepada awak media di Palembang, Kamis (26/10/2017).
Nantinya, depo LRT yang berada setelah Stasiun OPI itu menjadi lokasi pusat kendali atau control room bagi seluruh kegiatan operasional LRT.
Persoalan lain yang dihadapi yaitu ada beberapa titik jalur LRT yang dibangun di atas jalur utilitas yang tidak mudah untuk dipindahkan. Seperti titik di Stasiun Polda dan Stasiun Telkom.
"Stasiun Polda paling lambat, permasalahannya kami bekerja di tempat yang sempit. Kedua, kita juga melewati pond dan dibawahnya ada pipa jalur gas, pipa PDAM dan PGN (Perusahaan Gas Negara)," kata dia.
Pipa gas yang berada di bawah jalur LRT itu tidak serta merta dapat dipindahkan. Pasalnya, gas itu menjadi sumber energi bagi pembangkit listrik sekaligus supply untuk pabrik pupuk Sriwijaya.
"Kalau PGN masih bisa, karena dia untuk rumah tangga," ujarnya.
Meski menghadapi kendala, Mas'udi optimistis, proyek itu dapat berjalan tepat waktu. Paling tidak, sebelum Asian Games 2018 dihelat, enam stasiun utama sudah rampung dan LRT dapat dioperasikan.
Keenam stasiun itu yakni Stasiun Bandara, Stasiun Asrama Haji, Stasiun Palembang Icon, Stasiun Ampera, Stasiun Jakabaring, dan Stasiun OPI. Keenamnya terus dikebut penyelesaiannya lantaran terdapat gardu listrik di dalamnya.