Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 21/10/2017, 09:45 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KompasProperti - Terbayang kan bagaimana sulitnya membeli rumah? Ibarat memilih pasangan, keduanya harus saling bersedia.

Kebingungan itu lah yang kerap kali dirasakan para generasi milenial yang sedang mencari rumah pertama. Generasi milenial yang berusia di bawah 34 tahun, merupakan kelompok potensial yang kerap diincar para pengembang.

Mengapa demikian? Pengamat Ekonomi dari Unika Atma Jaya Agustinus Prasetyantoko mengungkapkan, hampir 60 persen dari total penduduk Indonesia yaitu kelompok generasi milenial.

"Usia segini mereka masih dalam masa pencarian rumah," kata Agustinus dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (19/10/2017).

Namun yang menjadi persoalan, kelompok ini biasanya memiliki pendapatan yang tidak terlalu besar. Persoalan itu ditambah dengan kondisi perekonomian global yang tidak terlalu baik, yang berdampak pada kondisi perekonomian dalam negeri.

Agustinus mengatakan, persoalan yang dihadapi genereasi milenial itu lah yang membuat mereka sulit dalam mencari rumah. Ibaratnya, di satu sisi, mereka sudah cocok dengan harga yang ditawarkan. Namun di sisi lain, mereka kurang sreg dengan lokasi perumahan itu.

Atau mungkin posisi itu dibalik. Calon pembeli sudah sreg dengan lokasi dan segala fasilitas yang ada. Tetapi, harga yang ditawarkan pengembang cukup tinggi.

"Karena ibaratnya membeli rumah itu derajatnya sama seperti memilih pasangan hidup. Susah itu. Sudah cocok, dianya nggak mau," kata dia.

Menurut dia, persoalan tersebut sebenarnya dapat diatasi dengan adanya informasi yang mendalam dan spesifik yang disajikan penjual kepada calon pembeli. Dengan demikian, sebelum memutuskan apakah hendak membeli atau tidak, mereka sudah mendapatkan gambaran yang utuh.

Misalnya informasi terkait spesifikasi rumah, jumlah kamar, kamar mandi, taman, jenis bahan bangunan yang digunakan, hingga parit. Atau fasilitas umum dan fasilitas sosial yang ada di sekitar lokasi perumahan, seperti transportasi publik, pusat perbelanjaan, sekolah, hingga pasar.

"Kalau itu disediakan dalam sebuah platform, ini menurut saya jadi salah satu jalan keluar untuk mengatasi in elastisity, tidak elastisnya permintaan tadi. Kan permintaan banyak, kemampuan nggak ada," kata dia.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com