Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Saran Ahli untuk Anies-Sandi Soal Penggusuran

Kompas.com - 13/07/2017, 16:20 WIB
Arimbi Ramadhiani

Penulis

JAKARTA, KompasProperti -Penggusuran warga seringkali menjadi dalih pemerintah dalam upaya penataan kawasan dari yang sebelumnya kumuh menjadi lebih tertata.

Hal ini tercermin dari hasil pelaporan pelanggaran HAM, pada masa pemerintahan Gubenur non-aktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melakukan penggusuran dengan korban paling banyak.

Selama dua tahun menjabat, korban terdampak penggusuran mencapai 25.533 orang.

Sehingga wajar saja, untuk menarik simpati, pada masa kampanye pemilihan kepala daerah melawan Ahok, Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta terpilih Anies Baswedan tidak secara lugas akan menggusur atau tidak.

Anies memilih sikap itu saat berkunjung ke Kampung Waru Doyong, Kelurahan Jatinegara, Cakung, Jakarta Timur, Minggu (16/10/2016). Di sana ia berkeliling kampung dan berjumpa sejumlah warga yang mengaku akan digusur.

Dia mengatakan akan memilih untuk mencari solusi berdasarkan akal sehat dan keadilan, sehingga tak ada pihak yang merasa dirugikan.

Baca: Jawaban Anies Terhadap Permintaan Warga yang akan Digusur

"Ketika Anies tidak lugas menjawab itu, harus jelas. Solusinya seperti apa. Itu yang harus diterjemahkan tim Anies-Sandi," ujar Dosen Kelompok Keahlian Perumahan Permukiman Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan (SKPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB), Jehansyah Siregar kepada KompasProperti, Rabu (12/7/2017).

Dia mengatakan, penataan kawasan harus dipersiapkan betul dan disosialisasikan dengan baik.

Pemprov DKI Jakarta disarankan tidak melakukan penggusuran untuk penataan kota kalau tidak siap dengan pilihan perumahan untuk warga.

Saat pemerintah ingin mengatasi permukiman kumuh, harus dihitung terlebih dahulu berapa keluarga yang terdampak.

Kemudian, dibuat social mapping yakni bagaimana tipologi pekerjaan dan sosial ekonomi mereka.

Jika kebanyakan bekerja sebagai pegawai, akan sulit diminta pindah tempat tinggal karena jauh dari kantornya dan bakal bermasalah dengan biaya transportasi.

Sebaliknya jika mereka membuka usaha kecil seperti warung, maka mungkin bisa lebih mudah dipindahkan tetapi di tempat yang baru harus tersedia kios juga.

"Selanjutnya, pemerintah mendata aset keluarga yang terdampak. Lalu dibuat rencana penataan kalau ada yang kena relokasi," sebut Jehansyah.

Di sisi lain, imbuh dia, pemerintah menyiapkan berbagai menu pilihan perumahan. Misalnya membangun rumah susun sewa (rusunawa).

Warga diberi prioritas untuk mengakses rusunawa yang disiapkan pemerintah. Selain rusunawa, warga juga diberi pilihan untuk mengambil program rumah swadaya dan dibantu pemerintah untuk mencari lokasi barunya.

"Ada yang dikasih pilihan ikut program kompensasi jadi mereka enggak usah diurus rusunawa atau rumah swadaya, tetapi diberi uang kompensasi untuk pindah ke Medan atau Bandung. Itu namanya housing choices," tutur Jehansyah.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com