Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Membangun Kota Tanpa APBN dan APBD

Kompas.com - 08/07/2015, 09:24 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Keterbatasan kemampuan pendanaan, memaksa pemerintah mempercepat pembangunan kota dan kawasan melalui pemberian fasilitas negara kepada swasta dalam bentuk hak pengelolaan (HPL).

Pemberian fasilitas negara kepada swasta ini dianggap paling efektif dan efisien karena tidak menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ataupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). 

Direktur Pengelolaan dan Pengadaan Tanah Pemerintah Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, M Noor Marzuki, mengatakan hal tersebut kepada Kompas.com (7/7/2015).

"Selain mempercepat pembangunan kota dan kawasan, tujuan pemberian fasilitas negara kepada swasta ini juga supaya aset milik negara berdaya guna, dan mendatangkan pemasukan bagi negara," ujar Marzuki.

Marzuki menambahkan, obyek HPL di seluruh Indonesia berjumlah puluhan ribu hektar yang dikelola oleh subyek HPL yakni instansi-instansi pemerintah termasuk pemerintah daerah, BHMN, BHMD, PT Persero, Badan Otorita, dan badan hukum pemerintah lainnya yang ditunjuk pemerintah.

Badan-badan hukum ini, lanjut Marzuki, dapat diberikan HPL sepanjang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengelolaan lahan. Mereka, sesuai Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 tahun 1999 diberi kewenangan merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah milik negara, menggunakan tanah tersebut untuk pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian tanah tersebut kepada pihak ketiga dengan hak pakai yang berjangka waktu dan menerima uang pemasukan/ganti rugi dan atau uang wajib tahunan.

"Nah, peran swasta inilah yang diperlukan untuk ikut membantu pengembangan di atas HPL-HPL yang dikelola badan hukum pemerintah," tandas Marzuki.

Direktur PT Ciputra Residence, Meiko Handoyo, sependapat, bahwa untuk mempercepat pembangunan sebuah kota ataupun kawasan, swasta harus dilibatkan.

"Kami menyambut baik dan menilai positif pelibatan peran swasta dalam memanfaatkan tanah milik negara. Kami juga berkomitmen untuk membangun kota dan kawasan sesuai dengan peruntukan dan tata ruang yang ditetapkan," kata Meiko.

Dia kemudian mencontohkan, tanah-tanah milik negara di kawasan Gelora Bung Karno Senayan yang dikerjasamakan dengan swasta mengalami pertumbuhan pesat. Nilai dan prestis kawasan menjadi tinggi.

"Kawasan Gelora Bung Karno sekarang menjadi pusat bisnis, perkantoran, dan komersial. Properti-properti kelas bintang lima hadir di sini," imbuh Meiko.

Paling aman

Sementara tanah milik negara lainnya di kawasan Kemayoran, Jakarta Pusat, yang dikelola Pusat Pengelolaan Kompleks Kemayoran (PPK Kemayoran), belum menunjukkan pertumbuhan maksimal. Menurut Meiko, hal tersebut dimungkinkan karena masih ada stigma negatif yang melekat di masyarakat.

"Stigma tersebut adalah bahwa tanah HPL tidak aman karena sewaktu-waktu bisa diambil alih pemerintah, tidak bisa dijadikan agunan kepada bank untuk mendapatkan pinjaman atau HPL tidak diperpanjang," tandas Meiko.

Stigma ini yang kemudian mengakibatkan investor berkesimpulan bahwa membeli properti di tanah HPL susah untuk dijual kembali. Padahal, kata Meiko, membeli properti di atas tanah HPL adalah investasi paling aman.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com