Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengembang Menilai Kepemilikan Asing Tiupkan "Angin Segar"

Kompas.com - 27/06/2015, 14:04 WIB
Latief

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengembang properti menilai isyarat dibukanya izin warga negara asing (WNA) memiliki properti di Indonesia memberi angin segar bagi kelesuan ekonomi beberapa bulan terakhir, terutama di sektor properti. Hal tersebut dianggap peluang menjaring konsumen dari luar negeri.

"Kami tentu mendukung karena kami sendiri punya properti yang harganya di atas Rp 5 miliar sesuai syaratnya jika memang jadi diterapkan," ujar Presiden Direktur PT Prioritas Land Indonesia (PLI) Marcellus Chandra kepada KOMPAS.com, Jumat (26/6/2015).

Marcell melanjutkan, peraturan kepemilikan properti oleh WNA yang sudah mendapat "lampu hijau" dari Presiden Joko Widodo bagi orang asing dimana hak milik di apartemen mewah di atas Rp 5 miliar akan diatur melalui revisi Peraturan Pemerintah 41/1996 tentang pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh WNA yang berkedudukan di Indonesia. Dia berharap, kebijakan itu bisa berjalan.

Dia sendiri mengakui, PLI sudah memasarkan produk properti yang nilainya di atas Rp 5 miliar. Jumlahnya sebanyak 42 unit vila di Bali. Sementara itu, pihaknya juga akan membangun di Superblok Indigo @Bekasi.

"Kalau memungkinkan kami juga akan membangun unit khusus apartemen yang nilainya di atas Rp 5 miliar di superblok kami di Serpong, yaitu K2 Park," kata Marcell.

Namun, untuk mengantisipasi lonjakan jumlah pembeli asing, lanjut Marcell, peraturan baru atas kepemilikan tersebut harus disiapkan. Dia sendiri saat ini tengah berada di Jepang untuk memasarkan vilanya di Bali, yaitu Majestic Water Village, untuk konsumen Jepang.

"Ternyata, banyak juga WNI punya properti di Jepang. Untuk itu, saya ingin menjaring para investor ini untuk membeli produk properti di Indonesia. Jadi, tidak hanya warga Jepang yang saya ajak, tapi juga WNI berduit di Jepang untuk menanamkan investasinya di sektor properti di Indonesia," tutur Marcell.

Di sisi lain, lanjut dia, BI sendiri juga sudah merilis beleid pelonggaran porsi pembiayaan bank atau loan to value (LTV) bagi kredit kepemilikan rumah (KPR). Relaksasi tersebut bisa menggerakkan pasar kredit properti yang sedang melesu.

Adapun aturan pelonggaran LTV itu tertuang dalam PBI No.17/10/ PBI/2015 tentang Rasio Loan to Value atau Rasio Financing to Value untuk Kredit atau Pembiayaan Properti dan Uang Muka untuk Kredit atau Pembiayaan Kendaraan Bermotor. Aturan ini berlaku efektif sejak 18 Juni 2015.

Sebagai contoh, LTV KPR pembelian rumah pertama naik dari 70% menjadi 80%. Dengan kata lain, uang muka kredit minimal 20%. Diharapkan kedua peraturan ini dapat menyegarkan kembali sektor properti.

Harus yang kaya

Seperti diberitakan sebelumnya di KOMPAS.com, kepemilikan asing atas properti Indonesia telah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 Tahun 1996. Dalam peraturan tersebut disebutkan, warga asing boleh memiliki properti dengan status hak pakai.  

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, besaran harga juga menjadi pertimbangan pemerintah, jika asing diperbolehkan memiliki properti dengan status hak pakai di Indonesia.

"Selama ini ketakutannya adalah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tidak dapat rumah. Makanya asing boleh (beli hunian) sekitar Rp 5 miliar ke atas. Bukan rumah untuk MBR. Mana mau mereka beli rumah MBR? Lagipula asing yang masuk harus yang kaya," kata Basuki.

Angka itu, lanjut Basuki, ditentukan berdasarkan pertimbangan asas Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang batasannya adalah properti minimal Rp 5 miliar.

Baca juga: Presiden Isyaratkan Setujui Kepemilikan Properti untuk Orang Asing

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau