Banyak pihak yang pro dan kontra atas isyarat lampu hijau yang diberikan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono pada Selasa (23/6/2015) lalu.
Mereka yang mendukung berdalih bahwa kepemilikan warga negara asing yang diperluas atau lebih dari sekadar hak pakai, akan berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan pasar properti yang saat ini sedang melambat.
CEO Ciputra Group, Candra Ciputra, mengatakan, kepemilikan orang asing berdampak terhadap bisnis properti yang akan diikuti oleh pertumbuhan bisnis terkait seperti konstruksi, material bangunan, jasa konsultansi, dan lainnya.
"Semua sektor saat ini sedang dalam level rendah. Butuh waktu untuk pulih kembali. Dengan adanya kebijakan ini, diharapkan dapat membuat pasar bergairah kembali. Efeknya baik buat properti," tutur Candra, usai Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Selasa (30/6/2015).
Candra melanjutkan, dampak kebijakan baru ini jika kemudian jadi dilegalisasi akan secara otomatis membuat pasar, bertumbuh. Terutama pasar kondominium kelas atas yang selama ini harganya masih jauh di bawah Singapura, dan Malaysia.
Selain memicu pertumbuhan harga, kata Candra, penerimaan pajak juga akan meningkat. Pasalnya, mengizinkan warga negara asing memiliki properti sama halnya dengan "mengekspor" yang akan mendatangkan devisa bagi negara.
"Kita enggak boleh tertinggal dari tetangga. Namun, memang hal ini harus disertai dengan batasan-batasan. Pemerintah harus mengatur supaya kepemilikan warga asing ini tidak menstimulasi harga rumah untuk masyarakat menengah ke bawah naik. Harga dan luasan properti harus dibatasi," papar Candra.
Sementara pihak yang kontra menilai bahwa kebijakan ini tak akan menjamin pasar properti secara otomatis tumbuh. Bahkan, menurut Direktur Eksekutif Pusat Studi Properti Indonesia (PSPI), Panangian Simanungkalit, kebijakan ini akan sangat berbahaya jika diteken Presiden Joko Widodo tanpa pertimbangan matang.
"Itu akan menjadi kebijakan yang tergesa-gesa. Lagipula, program Satu Juta Rumah yang lebih krusial, tidak menunjukkan perkembangan progresif dalam enam bulan ini," tandas Panangian.
Jadi, kata Panangian, lebih baik pemerintah menyelesaikan dulu Program Nasional Satu Juta Rumah sebagai bagian dari upaya menyejahterakan masyarakat.
Tidak menarik
Pro dan kontra terkait kepemilikan properti oleh orang asing ini sejatinya bukan hal baru. Sejak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41 tahun 1996 tentang pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian oleh orang asing yang berkedudukan di Indonesia diterbitkan pun, kontroversi sudah terjadi.
Yang menjadi pertanyaan penting adalah, seberapa menarik Indonesia bagi investor asing sehingga harus memiliki properti dan dilegalkan dalam sebuah peraturan?
Komisaris PT Hanson Land International Tbk., Tanto Kurniawan, Indonesia untuk saat ini tidak menarik bagi investor asing yang ingin berinvestasi properti. Tidak seperti Singapura, Malaysia, atau Australia.