JAKARTA, KOMPAS.com - Ketertarikan Pemerintah Belanda untuk mendanai Pengembangan Kawasan Terpadu Pesisir Ibu Kota Negara atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) dikhawatirkan hanya sebagai "akal-akalan" demi terciptanya lapangan pekerjaan baru bagi para ahli Negeri Kincir Angin tersebut.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Bernardus Djonoputro mengutarakan hal tersebut kepada Kompas.com, Rabu (17/6/2015).
Kekhawatiran tersebut bukan tanpa alasan. Menurut Bernardus, ketertarikan mereka soal NCICD, bukan kali ini saja. Pemerintah Belanda selalu gembar-gembor memberikan bantuan untuk NCICD, padahal sejauh ini komitmen mereka hanya berupa bantuan teknis senilai 5 juta (Rp 66,7 miliar).
"Itu angka investasi yang sangat kecil untuk proyek yang jelas-jelas akan mengubah rona bumi Jakarta, dan melibatkan nasib jutaan orang," ujar Bernardus.
Dia juga mempertanyakan komitmen dan keseriusan pemerintah Belanda membantu Indonesia. Nilai investasi 5 juta dollar AS-10 juta dollar AS itu hanya cukup untuk penyusunan studi yang notabene juga dikerjakan konsultan dari Belanda.
Sudah saatnya, Pemerintah Belanda menerangkan secara gamblang kepada publik, dengan rencana detail dan besaran investasi mereka. Pasalnya, proyek NCICD dan tanggul laut (giant sea wall) ini sangat rentan diselewengkan tujuan mulianya.
"Yang tadinya niatnya baik, karena kekurangmampuan dan keterbatasan visi, akan jadi malapetaka baru hingga akhirnya yang terbangun adalah tempat sampah dan toilet terbesar di dunia," tandas Bernardus.
Selain itu, para ahli Belanda juga harus mampu mengurai dan menerangkan sejelas-jelasnya tentang keterpaduan dan kesesuaian giant seawall dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Jakarta 2030.
Proyeksi penduduk yang keliru dan terutama tentang rencana intervensi dan manajemen di hulu dinilai Bernardus, sebagai biang kerusakan kualitas air Jakarta. Karena itu, semangat kerjasama investasi di sektor publik, jangan sampai meminggirkan pentingnya rencana kota keseluruhan.
"Saya menghimbau pihak Belanda terbuka dalam melibatkan seluruh stakeholder , karena pemerintah melalui Bappenas dan pemprov DKI Jakarta sudah menyatakan tidak akan membangun tanggul raksasa dengan berbagai kawasan mixed use di atasnya," beber Bernardus.
Dia menambahkan, pemerintah Indonesia harus membuat skenario yang jelas dengan pemerintah Belanda dan kemudian disosialisasikan kepada publik secara transparan. Termasuk agenda mereka dan komitmennya. Jangan sampai proyek dan ide-ide seperti NCICD dipakai pemerintah Belanda untuk menciptakan lapangan kerja bagi mereka sendiri.
Sebelumnya diberitakan Pemerintah Belanda ingin melanjutkan dan menawarkan proyek NCICD yang sebelumnya sudah sempat berjalan. Duta Besar Belanda untuk Indonesia, Rob Swartbol mengatakan, ingin membagi pengetahuan dan pengalaman kepada pemerintah Indonesia soal hal ini.
Menurut dia, proyek ini penting karena membantu menghentikan banjir sehingga orang-orang bisa selamat. Sejauh ini, Belanda telah berinvestasi sekitar 5 juta dollar AS untuk fase pertama.
"Nantinya, kami memulai fase selanjutnya. Pemerintah akan mengestimasi berapa kebutuhannya. Setelah itu, kami jadi tahu berapa yang perlu kami sediakan," sebut Rob usai diterima Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), basuki Hadimuljono, di Kementerian PUPR, Jakarta, Selasa (16/6/2015).
Setiap fase bisa berbeda jumlah investasinya. Menurut Rob, bantuannya bukan hanya tentang uang. Banyak perusahaan Belanda yang ingin bekerja sama dan membantu pemerintah Indonesia dan memastikan proyek infrastruktur berjalan dengan baik.
"Kami tawarkan bantuan teknis. Nanti menteri lain akan memutuskan apakah akan menggunakan bantuan tersebut atau tidak," pungkas Rob.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.