Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Awas, Ancaman Kekurangan Rumah Terparah di Balik Akuisisi BTN!

Kompas.com - 03/05/2014, 12:05 WIB
Latief

Penulis

BOGOR, KOMPAS.com - Kekhawatiran membengkaknya angka backlog (angka kekurangan) perumahan menjadi perhatian utama yang harus dipertimbangkan untuk menghentikan rencana akuisisi PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) oleh PT Bank Mandiri Tbk (Mandiri).

Demikian diungkapkan pakar properti Panangian Simanungkalit pada diskusi "Memperkuat Posisi dan Peran BTN sebagai Bank Perumahan di Indonesia" di Puri Avia Hotel & Resort, Cipayung, Bogor, Jumat (2/5/2014) malam.

Sampai akhir 2013 lalu, backlog perumahan telah mencapai 15 juta unit. Setiap tahun angka kekurangan tersebut diprediksi bertambah 1 juta unit. Berdasarkan prediksi tersebut, menurut Panangian, berarti dalam waktu 10 tahun angka kekurangan menjadi 10 juta. Maka, kalau tidak dibangun satu rumah pun, pada 2023 backlog akan mencapai 25 juta.

"Kalau target 400 ribu unit rumah setiap tahun dikali 10 tahun sama dengan 4 juta unit, berarti backlog-nya mencapai juta unit. Ini kalau BTN tidak diakuisisi, bagaimana kalau diakuisisi," kata Panangian.

Panangian menjabarkan, misi BTN sejak didirikan pada 1976 bukanlah berorientasi untung, melainkan menyediakan rumah murah untuk masyarakat bawah. Saat bank-bank lain tidak masuk ke ranah rumah murah, BTN justru memperkuat diri di sektor tersebut, tak terkecuali pada krisis 1998 yang tetap memproduksi rumah hingga 110 ribu unit.

Tercatat, selama 38 tahun sampai 2014 ini, KPR BTN telah mencapai sekitar 3,7 juta unit atau senilai Rp 205 triliun. Artinya, BTN telah merumahkan 3,7 juta dikali 4 orang per unit rumah atau sama dengan 15 juta jiwa.

Lebih lanjut Panangian menambahkan, multiplier effect dari pembangunan 3,7 juta rumah tersebut sangat besar. Pertama, trickal down effect pembangunan 3,7 juta rumah itu sangat besar. Kedua, jumlah 3,7 juta rumah tersebut dibangun oleh 15 pekerja per rumah atau sebanyak 56 juta pekerja.

"Dari 56 juta pekerja itu telah menghidupi 4 anggota keluarga atau sama dengan 222 juta jiwa. Lebih penting lagi, BTN telah membantu pemerintah mendorong dibukanya kota-kota baru di seluruh Indonesia," ujar Panangian.

Untuk itulah, lanjut Panangian, BTN sangat berpengalaman dalam hal pembiayaan perumahan rakyat dan telah membuktikan diri terhadap resistensi pada krisis 1998 lalu. Dengan demikian, sangat penting untuk menjadikan BTN sebagai bank perumahan Nasional di Indonesia. "Aset BTN hari ini tercatat Rp 150 triliun. Sehat. BTN itu bank cantik. Untuk apa diakuisisi," kata Panangian.

President the HUD Institute, Zulfi S. Koto, sependapat dengan Panangian. Dengan aturan-aturan yang ada, BTN bisa menjadi bank perumahan Nasional di Indonesia. "Bahkan seharusnya disiapkan konsep untuk dibentuk menjadi national housing and urban development yang di dalamnya nanti ada infrastruktur, pasar, jalan, dan lain-lainnya. Ciri khasnya BTN kan di situ sehingga pelayanannya harus diperbesar. Syaratnya, harus ada UU yang memayunginya dan sementara bisa dipakai inpres saja dulu," kata Zulfi.

Senada Zulfi, Ketua DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Anton R. Santoso, menyatakan bahwa BTN seharusnya dijadikan sebagai bank perumahan nasional alias national housing bank. Apersi dengan tegas menolak akuisisi tersebut.

Anton mengatakan, pemerintah seharusnya memperkuat posisi BTN untuk melayani fungsi pembiayaan perumahan, yaitu dengan menempatkan BTN sekaligus sebagai bank penyalur kredit pemilikan rumah (KPR). Dengan demikian, BTN berperan dalam mendanai kredit-kredit perumahan berjangka panjang.

"Maka bank ini harus memiliki sumber dana yang juga berjangka panjang seperti saham, obligasi, dana pensiun atau tabungan perumahan rakyat. Menjadikan BTN sebagai mortgage bank bisa dijadikan solusi bagi permasalahan menurunnya kemampuan sebagian besar masyarakat dalam pemilikan rumah," kata Anton.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com