JAKARTA, KompasProperti - Peraturan Pemerintah (PP) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) masih dalam tahap pembahasan oleh pemerintah.
Padahal, Undang-undang Tapera Nomor 24 Tahun 2016 sudah disahkan oleh DPR sejak Maret tahun lalu.
Menurut mantan Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Maurin Sitorus, salah hal yang masih belum mendapat titik temu adalah soal besaran iuran Tapera.
"Kan di draf (PP) itu 2,5 persen dari pekerja dan 0,5 dari pemberi kerja. Itu kan belum (sepakat). Itu yang paling alot," ujar Maurin di Jakarta, Sabtu (11/2/2017).
Soal iuran ini masih harus dinegosiasikan baik dengan pekerja maupun pemberi kerja.
Maurin menyebutkan, khusus iuran sebesar 2,5 persen, pekerja sudah menyanggupi dan tidak keberatan.
Pasalnya, pekerja tidak hanya dapat memanfaatkan Tapera untuk perumahan, tapi bisa juga sebagai investasi.
"Pada waktu mereka pensiun akan dikembalikan semuanya. Iuran plus hasil investasinya," tutur Maurin.
Sementara bagi pemberi kerja, lanjut dia, iuran 0,5 persen masih dianggap berat.
Namun, Maurin mengingatkan, persentase itu merupakan besaran maksimal dan dimungkinkan untuk lebih kecil dari 0,5 persen.
"Mereka mintanya konsolidasi dulu dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Karena menurut mereka di situ ada biaya-biaya untuk perumahan," jelas Maurin.
Ia menambahkan, pemerintah juga tengah melihat kemungkinan tersebut dengan memindahkan dana perumahan dari BPJS ke Tapera.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.