Dia melanjutkan, APPBI telah melakukan investigasi terhadap DPD dan DPC di seluruh Indonesia terkait hal tersebut.
Hasil investigasi menunjukkan, kenaikan harga sewa dan biaya servis tidak seperti yang dikemukakan Hippindo.
Namun demikian, Stefanus tidak menampik ada
pusat belanja lainnya yang menaikkan biaya servisnya sekitar 3 persen hingga 5 persen dengan perhitungan kenaikan inflasi.
Itu pun dengan alasan sudah lama tidak naik, dan beberapa di antaranya berada di ambang minimal Rp 25.000 per meter persegi per bulan.
Sementara pusat belanja yang menaikkan biaya servis di atas 5 persen, berlokasi di luar Jawa seperti di Pekanbaru, Riau.
Di kota ini, pusat belanja-pusat belanja tersebut mematok biaya servis sekitar Rp 60.000 hingga Rp 115.000 per meter persegi per bulan.
Ketua DPD APPBI DKI Jakarta Ellen Hidayat menimpali, untuk menaikkan biaya sewa, dan servis, banyak pertimbangannya. Dan itu tidak bisa dilakukan sembarangan.
"Ada komponennya, termasuk kenaikan upah minimum provinsi (UMP), tarif dasar listrik, perubahan kurs mata uang, biaya operasional dan lain-lain," kata Ellen.
Selain itu, tambah Ellen, tarif sewa dan biaya servis terikat dengan lease agreement yang umumnya berlangsung selama 5 tahun.
Pengelola pusat belanja tidak bisa semena-mena menaikkan tarif sewa dan biaya servis tanpa kesepakatan dengan peritel.
"Kami tidak bisa mengubah kesepakatan yang rata-rata berlaku selama lima tahun tersebut, hingga jatuh tempo," imbuh Ellen.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO Suasana di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.
Karena itu, Stefanus menyatakan, APPBI tidak akan melakukan kompromi apa pun dengan Hippindo, karena telah menyebarkan berita bohong.
"Kami bahkan berencana melakukan tindakan blokir terhadap mereka," cetus dia.
Sementara itu, dalam kesempatan yang sama Ketua Umum DPP Aprindo Roy N Mandey mengatakan, secara prinsip peritel dan pengelola pusat belanja tidak bisa berjalan sendiri-sendiri.
"Baik peritel maupun pengelola pusat belanja harus saling menghormati satu sama lain atas dasar kompromi untuk sepakat, dan selalu sepakat," kata dia.
Aprindo, tambah dia, menghormati kesepakatan dan mendukung aktivitas business to business (B2B) yang bebas intervensi dari pihak mana pun termasuk pemerintah.
Pemerintah hanya berperan sebagai regulator saja yang menjaga iklim bisnis agar tetap kondusif.
Sebelumnya diberitakan, Hippindo mengeluhkan tingginya biaya sewa dan biaya servis pusat belanja yang menggerus pendapatan para peritel.
www.shutterstock.com Ilustrasi.
Menurut Ketua Umum Hippindo Budiharjo Iduansjah, salah kontribusi biaya yang terbesar dan membebani peritel adalah kenaikan
service charge (biaya servis) yang bisa mencapai 30 persen.
"Belum lagi beban biaya sewa yang bisa naik puluhan persen bahkan bisa lebih dari 100 persen. Kami berharap pihak mal tidak menaikkan biaya-biaya termasuk sewa dan service charge. Namun apabila naik, kami meminta agar tidak melewati kenaikan inflasi," ungkap Budi.
Menurutnya, jika biaya-biaya operasional naik ditambah dengan kenaikan Upah Minimun Provinsi (UMP) maka pelaku usaha akan menaikkan harga jual kepada konsumen dan berimbas pada penurunan daya beli.