Bahkan, beleid baru yang berlaku efektif sejak diundangkan pada 28 Desember 2015, oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, ini diyakini tak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan pasar properti di Indonesia.
Managing Director Corporate Strategy & Services Sinar Mas Land, Ishak Chandra mengatakan, pp baru tersebut akan berdampak signifikan jika tidak ada limitasi seperti kategori orang asing yang boleh membeli hunian atau status kepemilikan.
"Kalau hanya orang asing yang tinggal atau bekerja di Indonesia yang boleh membeli properti, itu kurang menarik. Harusnya tidak ada batasan," ujar Ishak kepada Kompas.com, Selasa (12/1/2016).
Ishak melanjutkan, semua orang asing baik yang tidak bekerja atau tidak tinggal di Indonesia seharusnya diizinkan juga membeli properti. (Baca: Akhirnya, Orang Asing Diizinkan Miliki Hunian di Indonesia)
Demikian halnya dengan jangka waktu kepemilikan. Seharusnya status Hak Pakai yang tercantum dalam pp tersebut disamakan dengan Hak Guna Bangunan (HGB), agar orang asing semakin tertarik membeli.
Sementara menurut Direktur Utama PT Ciputra Surya Tbk, Harun Hajadi, pengaruh pemberlakuan kebijakan anyar tersebut tidak besar karena kondisi ekonomi sedang melemah yang berdampak pada aksi tunggu (wait and see) orang asing."Lagipula permintaan (demand) pasar domestik masih besar sekali," imbuh Harun.
Karena itulah, kata Harun, perseroan tidak akan bereaksi cepat dengan membangun properti khusus untuk orang asing.
"Nanti kami akan melihatnya, tergantung lokasi lahan. Jika memang cocok untuk pasar orang asing, kami akan alokasikan demikian. Tetapi saat ini kami belum melihat adanya arus deras orang asing membeli properti," tutur Harun.
Terlebih pasar properti asing sangat bergantung pada kondisi politik dan stabilitas ekonomi dalam jangka panjang. Jika itu terjadi, barulah orang asing akan berpikir untuk berinvestasi.
Namun demikian, ada hal positif dari pemberlakuan pp tersebut. Menurut Harun, tenaga kerja asing yang bekerja di Indoensia akan punya kesempatan untuk tidak lagi hanya menyewa tempat tinggal, melainkan membeli dan memilikinya sekaligus.
"Jadi menurut saya, tahun ini pengaruhnya belum besar karena pasti banyak orang asing yang masih wait and see. Selain itu jangan dibatasi. Lha, Hak Pakai saja masih belum dipercaya masak mau dibatasi hal-hal lain lagi," tukas Harun.
Esensi sama
Direktur Riset Savills Indonesia, Anton Sitorus malah melihat sebaliknya. Menurut dia, tak ada yang baru dari PP Nomor 103/2015 tersebut.
Dari dulu juga orang asing diizinkan memiliki hunian. Jadi, tidak ada yang berbeda dengan kebijakan sebelumnya, yakni PP Nomor 41 Tahun 1996.
"Hanya, pp yang sekarang lebih jelas, terinci, dan lengkap. Namun, esensinya sama saja kok," cetus Harun.
Beleid anyar langsung mencantumkan status "Hak Pakai". Hal ini, kata Anton, lebih jelas dan pasti. Sementara dalam pp lama hanya mencantumkan "hak atas tanah tertentu" yang dianggapnya tidak jelas.
"Selama UU Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 tidak berubah, pp tersebut hanya mengatur hal-hal yang non-esensial," pungkas Anton.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.