JAKARTA, KOMPAS.com - Kebijakan kepemilikan properti bagi Warga Negara Asing (WNA) di Indonesia, memang sudah ada sejak dulu. Artinya, WNA boleh memiliki properti dengan syarat-syarat tertentu, antara lain, sudah tinggal lama di Indonesia, memiliki pekerjaan tetap, dan propertinya harus apartemen.
Meski begitu, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Iwan Nurdin menilai, mempermudah kepemilikan properti WNA, kurang tepat jika dilakukan saat ini.
"Pemerintah harus bisa mengantisipasi kenaikan harga properti. Kalau demand (permintaan properti) orang asing tinggi 'kan mengerek harga (rumah dengan kelas) di bawahnya," ujar Iwan kepada Kompas.com, Senin (28/9/2015).
Dengan demikian, masyarakat menengah ke bawahakan sulit mendapatkan rumah murah. Kalaupun pemerintah memberlakukan zonasi khusus, daerah ini akan secara eksklusif dimiliki orang asing.
Namun, kata Iwan, pemerintah tidak menjelaskan bahwa ketiganya punya program perumahan rakyat yang kuat. Singapura, Australia dan Malaysia punya tingkat kepemilikan rumah yang tinggi. Setelah rakyatnya terjamin, baru pemerintahnya membuka keran kepemilikan asing.
Iwan juga mengatakan, harga yang ditetapkan harus mahal, karena di Malaysia, Singapura, dan Australia memberlakukan harga tinggi untuk properti asing. Dengan begitu, hanya orang asing kaya saja yang membeli properti di Indonesia. Pasalnya, orang-orang inilah yang akan berbelanja dan membayar pajak tinggi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.