Suharso menjelaskan, pada 2010 sempat dilakukan penduduk. Sensus ini seharusnya sudah termasuk data perumahan. Namun dia meragukan, apakah data yang sama masih bisa dijadikan patokan pembangunan perumahan. Karena itu, sensus ini harus diperdalam lagi.
Pemerintah, menurut dia, bisa mengambil beberapa titik di sejumlah tempat untuk mendapatkan data kebutuhan rumah yang sebenarnya. "Data backlog itu harusnya berbeda-beda di setiap tempat dan (kebutuhan) 13,5 juta itu harusnya diperjelas, berapa demand-nya kita kan tidak tahu," jelas Suharso.
Pasalnya, masalah perumahan sangat terkait dengan pasokan dan permintaan. Dari sisi pasokan sendiri, Suharso tidak meragukan kemampuan pengembang dan arsitek Indonesia. Sebaliknya dari sisi permintaan, tidak semua rakyat Indonesia punya daya beli yang sama.
Menanggapi hal tersebut, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sepakat bahwa tidak ada angka backlog yang pasti dan menjadi acuan dalam mengejar pembangunan perumahan. Menurut dia, angka backlog yang disebutkan memiliki beberapa versi antara lain BPS 13,5 juta unit dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) 7,6 juta unit.
"Makanya tadi saya juga tidak sebut kan. Saya cuma bilang kurang lebih 10 juta. Kita memang belum angka backlog ini berapa. Dari dulu dari zaman Pak Suharso, backlog-nya 13,5 juta unit. Harus ditinjau ulang," sebut Basuki.