Padahal, rencana akuisisi di sektor perbankan merupakan sebuah peristiwa besar yang melibatkan nasabah, karyawan bank bersangkutan, dan juga para pemangku kepentingan (stake holder) seperti pengembang properti.
Wakil Presiden Direktur PT Jababeka Tbk, Tanto Kurniawan, mengatakan hal tersebut terkait rencana akuisisi Mandiri atas BTN dan dampaknya terhadap sektor properti, kepada Kompas.com, Senin (21/4/2014).
"BTN adalah mortgage bank yang membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan rumah dengan kondisi pelayanan dan kualitas produk KPR yang lebih baik ketimbang produk dan pelayanan KPR bank komersial (umum) lainnya," ujar Tanto.
BTN ibarat perpanjangan tangan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan primer yakni rumah (papan) masyarakat menengah bawah. Nah, menurut Tanto, ketika bicara rumah, Indonesia punya kemampuan terbatas, termasuk dalam hal pembiayaan perumahan. BTN dengan penawaran KPR berbunga rendah lantas menjadi solusi untuk mengatasi masalah perumahan.
"Terutama fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang menjadi andalan kalangan MBR, yang semestinya dapat terus dikembangkan, sehingga masalah pembiayaan perumahan dapat teratasi," tambah Tanto seraya menambahkan, pengelolaan FLPP juga harus hati-hati (prudent). Kalau tidak, maka potensi kredit macet sangat mungkin terjadi.
Motivasi akuisisi
Yang menarik adalah apakah permasalahan pokok perumahan tersebut dapat dipecahkan hanya dengan mengakuisisi BTN oleh Mandiri. Pertanyaan lain adalah apa sebetulnya motivasi pemerintah mengambil alih BTN, apakah kekurangan modal atau kredit macet yang terus tumbuh? Apa sih yang terjadi di BTN sehingga harus diambil alih?
"Pertanyaan-pertanyaan tersebut seharusnya ditelaah dahulu. Jika memang BTN kekurangan modal, seharusnya ide genuine Dahlan Iskan sebagai Menteri BUMN, adalah menyuntikkan dana untuk BTN yang jelas prospek bisnisnya ketimbang mengucurkan dana triliunan untuk maskapai penerbangan komersial Merpati, misalnya," papar Tanto.
Lebih lanjut dia mengatakan, kalau BTN memang sakit atau kekurangan modal, seharusnya disehatkan dahulu melalui mekanisme management assesment atas sistem yang ada di BTN. Bila tidak jelas seperti ini, pasar akan bereaksi negatif.
"Terlebih nasabah dan pengembang sebagai mitra utama BTN akan mengalami kesulitan dalam membantu menyediakan rumah murah. Pengembang daerah yang sangat tergantung pada BTN, baik kredit konstruksi maupun KPR untuk konsumennya akan menyerah dan tidak berdaya. Kalau sudah demikian, yang terjadi adalah sektor properti perumahan menengah bawah dengan ceruk paling besar akan kacau balau," tandas Tanto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.