Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seperti Apa Masa Depan Koridor Gatot Subroto?

Kompas.com - 21/02/2014, 17:17 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kawasan Gatot Subroto, Jakarta, memang masih kalah pamor dibandingkan dengan kawasan Thamrin, Sudirman, atau koridor Prof Dr Satrio. Bahkan, nama terakhir ini justru mendapat legitimasi tambahan sebagai "Satrio International Shopping and Tourism Belt" atau sabuk wisata dan belanja internasional.

Padahal, koridor Gatot Subroto bersebelahan langsung dengan CBD Sudirman. Seperti diketahui, CBD Sudirman merupakan "sarang" perkantoran perusahaan nasional dan multinasional terkemuka. Selain itu, di sini juga terdapat pusat belanja mewah dengan beragam merek global yang hanya mengakomodasi kebutuhan kalangan atas.

Demikian halnya dengan CBD Thamrin dan CBD Kuningan. Keduanya punya keunggulan sebagai destinasi utama bisnis dan investasi sektor properti. Tak mengherankan bila gedung-gedung perkantoran, sebagai "markas" sektor jasa keuangan, perbankan, asuransi, teknologi, dan tambang, banyak terdapat di sini.

Lantas, mengapa Gatot Subroto seolah terlupakan, dan baru menggeliat dalam dua tahun terakhir?

Senior Technical Adviser for Residential Project Marketing Jones Lang LaSalle Indonesia, Luke Rowe, menjelaskan bahwa Gatot Subroto sebenarnya juga merupakan bagian dari konsep pengembangan Jakarta Golden Triangle (Segi Tiga Emas Jakarta) yang mencakup kawasan Thamrin-Sudirman-Kuningan.

"Namun, saat properti sedang booming, para pengembang dan investor justru lebih fokus ke ketiga kawasan tersebut. Kini ketika laju pertumbuhan pasar properti melambat, semua berpaling ke Gatot Subroto sebagai koridor yang menawarkan masa depan investasi menarik. Selain Gatot Subroto, alternatif lainnya adalah S Parman, MT Haryono, dan Simatupang," papar Luke.

Luke memprediksi, koridor Gatot Subroto bisa menjadi incaran karena harga lahannya masih terhitung kompetitif yakni sekitar Rp 35 juta hingga Rp 45 juta per meter persegi. Sementara harga lahan di kawasan Thamrin, Sudirman, dan Kuningan sudah menyentuh level Rp 60 juta hingga Rp 100 juta per meter persegi.

"Dengan harga setinggi itu, dan kondisi pasar sedang melambat, menjadi kurang feasible membangun di kawasan-kawasan paling populer tersebut. Maka Gatot Subroto bisa menjadi pilihan terbaik," ujarnya.

Mencermati kondisi aktual, saat ini terdapat tujuh proyek skala besar yang tengah dikembangkan. Dari ketujuh proyek tersebut, tiga di antaranya merupakan pengembangan multifungsi (mixed use development).

Tujuh proyek tersebut adalah Mangkuluhur City yang dikembangkan PT Kencana Graha Optima. Menempati lahan seluas 4 hektar, Mangkuluhur City terdiri atas dua gedung apartemen, satu gedung hotel, dan dua gedung perkantoran.

Proyek berikutnya adalah gedung perkantoran Telkom Landmark Tower milik PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. Telkom Landmark Tower terdiri atas tiga gedung perkantoran. Dua di antaranya merupakan gedung baru seluas 115.000 m2, sementara satu gedung lagi merupakan bangunan eksisting yang akan direnovasi.

Menyusul kemudian Wisma Mulia 2 yang dikembangkan di area perkantoran Mulia Office Park milik Mulialand Group. Bangunan Wisma Mulia 2 seluas 80.000 m2. Berikutnya Rajawali Group mengembangkan The St Regis Jakarta dengan cakupan fungsi hotel, kantor, dan ruang ritel seluas total 141.000 m2.

Kemudian Centennial Tower garapan PT Citratama Inti Persada. Luas bangunan proyek ini mencapai 148.300 m2 dengan area sewa 100.000 m2. Berikutnya The Tower setinggi 50 lantai yang dibesut PT alam Sutera Realty Tbk.

Terakhir adalah Gayanti City. PT Buana Pacifik International akan membangun dua menara apartemen berkonsep loft dan satu menara perkantoran di atas lahan seluas 1,5 hektar.

Menariknya, harga-harga perkantoran (sewa dan jual) dan apartemen di koridor ini sangat beragam, mulai dari kelas menengah hingga atas. Untuk perkantoran strata ditawarkan dengan harga terendah Rp 30 juta per meter persegi, dan apartemennya mulai Rp 35 juta per meter persegi. 

Sedangkan untuk fungsi hotel, mayoritas didominasi oleh kelas bintang lima. Sebut saja The St Regis Jakarta dan The Regent Hotel di area Mangkuluhur City.

Bila ketujuh proyek tersebut rampung, tidak hanya mengubah kaki langit kawasan, tetapi juga Jakarta keseluruhan. Pasalnya, koleksi pencakar langit Jakarta di koridor ini bakal bertambah menjadi 16 gedung hingga 2016 mendatang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com