KOMPAS.com - Balik nama sertifikat rumah adalah proses mengubah nama pemilik yang tercantum pada Sertifikat Hak Milik (SHM) atau dokumen kepemilikan lainnya, seperti Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), menjadi nama pemilik baru.
Proses ini penting untuk memastikan legalitas kepemilikan properti sesuai hukum di Indonesia dan menghindari potensi sengketa di masa depan.
Baca juga: Kantor Pertanahan Tetap Buka pada Libur Lebaran, Bisa Daftar Sertifikat hingga Balik Nama
Namun, kapan sebaiknya Kamu harus melakukan balik nama rumah?
1. Setelah Membeli Rumah Bekas (Second)
Jika Kamu membeli rumah bekas dari individu lain, balik nama sertifikat harus dilakukan segera setelah proses jual-beli selesai, ditandai dengan penandatanganan Akta Jual Beli (AJB) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Proses ini memastikan bahwa hak kepemilikan rumah resmi beralih ke namamu. Menunda balik nama dapat memicu risiko sengketa, misalnya jika penjual masih memiliki akses ke dokumen asli atau jika properti ternyata bermasalah secara hukum.
2. Menerima Warisan Rumah atau Tanah
Jika menerima rumah sebagai warisan, balik nama sertifikat perlu dilakukan untuk mengesahkan kepemilikan Kamu.
Proses ini terutama penting jika ada lebih dari satu ahli waris, untuk menghindari konflik di kemudian hari.
Balik nama warisan biasanya dilakukan setelah memperoleh Surat Keterangan Waris (SKW) dan surat kematian pewaris.
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 1997, pengajuan balik nama warisan harus menyertakan dokumen-dokumen ini untuk diproses di Badan Pertanahan Nasional (BPN).
3. Menerima Hibah atau Hadiah
Jika rumah diterima melalui hibah (pemberian tanpa imbalan), balik nama harus dilakukan dengan menyertakan akta hibah yang dibuat oleh PPAT.
Proses ini memastikan bahwa Kamu sebagai penerima hibah memiliki hak kepemilikan yang sah secara hukum.
4. Setelah Pelunasan KPR (Take Over)
Jika Kamu membeli rumah melalui Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dengan cara take over (alih kredit), balik nama Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diperlukan setelah KPR lunas.
Proses ini melibatkan pengubahan nama pada Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) PBB untuk mencerminkan pemilik baru.
Namun, jika rumah baru dibeli langsung dari pengembang, balik nama PBB mungkin tidak diperlukan karena dokumen sudah atas nama Kamu.
5. Perubahan Status Kepemilikan karena Perjanjian Hukum
Dalam kasus tertentu, seperti pembagian harta bersama setelah perceraian atau kesepakatan hukum lainnya, balik nama mungkin diperlukan untuk memperbarui kepemilikan properti sesuai putusan pengadilan atau perjanjian.
Menunda balik nama sertifikat rumah dapat menyebabkan sejumlah masalah.
Tanpa balik nama, nama pemilik lama masih tercatat, yang dapat memicu klaim dari pihak lain, termasuk ahli waris atau kreditor pemilik sebelumnya.
Jika sertifikat tidak atas nama Kamu, mungkin akan kesulitan menjual, menggadaikan, atau mengelola properti secara legal.
Pajak seperti PBB atau transaksi properti lainnya dapat terganggu jika nama pada sertifikat tidak sesuai dengan identitas pemilik saat ini.
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah bukti kepemilikan terkuat. Tanpa balik nama, Kamu hanya mengandalkan dokumen seperti AJB, yang meski sah, memiliki kekuatan hukum lebih lemah.
Sebagai contoh, jika Kamu membeli rumah bekas dan hanya memegang AJB tanpa balik nama, properti tersebut secara hukum masih atas nama penjual di BPN.
Jika penjual memiliki utang atau properti disita, Kamu berisiko kehilangan hak atas rumah tersebut.
Oleh karena itu, disarankan untuk memproses balik nama segera setelah akad jual-beli selesai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.