Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harga Sewa Pusat Perbelanjaan di Dua Pertiga Kawasan Asia Pasifik Anjlok

Kompas.com - 30/04/2021, 16:07 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dua pertiga kawasan pusat perbelanjaan di Asia Pasifik mengalami penurunan harga sewa sepanjang 2020.

Causeway Bay di Hong Kong tercatat paling parah dengan penurunan harga sewa yang melorot drastis sebesar 43 persen.

Sementara kawasan perbelanjaan di China menunjukkan penurunan moderat alias terendah dengan rata-rata lima persen.

Menurut Laporan Main Streets terbaru keluaran Cushman & Wakefield, harga sewa pusat perbelanjaan di kawasan Luohu di Shenzhen turun hanya lima persen. Sedangkan pusat perbelanjaan di CBD Beijing tercatat merosot 14 persen.

Baca juga: Tingkat Kunjungan Mal Jelang Ramadhan Meningkat

Head of Insight & Analysis, Asia Pacific at Cushman & Wakefield Dominic Brown menuturkan, penyebab utama penurunan harga sewa ini adalah penyesuaian operasional karena Covid-19 seperti penutupan perbatasan internasional, dan diterapkannya praktik kerja dari rumah.

Oleh karena itu, terdapat perubahan dalam peringkat harga sewa di Asia Pasifik, setidaknya untuk 10 kota teratas, dengan Hong Kong, Tokyo, dan Sydney tetap mempertahankan dominasinya di urutan teratas.

Ketiganya mencatat harga sewa masing-masing 1.607 dollar AS, 1.223 dollar AS, 974 dollar AS per meter persegi per tahun.

“Di ujung lain spektrum, pasar India sangat menonjol, menempati empat lokasi paling murah di kawasan ini. Sebagai perbandingan, harga sewa di Tsim Sha Tsui, Hong Kong hampir 80 kali lebih mahal daripada Banjarra Hills di Hyderabad," ungkap Brown yang dikutip Kompas.com, Jumat (30/04/2021).

Bangkitnya lokalisme pembeli yang mendukung bisnis domestik ikut membantu mereka bertahan melewati pandemi.

Baca juga: Aktivitas Konsumen di Pusat Perbelanjaan Mulai Meningkat

Dalam survei global tahun 2020 yang dilakukan terhadap 8.000 konsumen oleh Rakuten Advertising, 50 persen rumah tangga membelanjakan uangnya di bisnis lokal.

Selain itu, konsumen di Asia Pasifik lebih cenderung menghindari pembelian online secara internasional. Hal ini menunjukkan preferensi mereka untuk membelanjakan uangnya.

Selain itu, pandemi juga diketahui telah mempercepat pertumbuhan ritel online karena lockdown dan pembatasan sosial yang telah mendorong pembeli beralih ke platform digital.

Melansir e-marketer, Kawasan Asia Pasifik tercatat memiliki 64 persen pangsa e-commerce global senilai 2,5 triliun dollar AS dari nilai total global sebesar 3,9 triliun dollar AS.

Sementara menurut Brain & Company, perubahan juga terjadi di sektor ritel barang mewah yang masuk ke pangsa pasar pembelian online, dengan peningkatan 12 persen pada 2019 menjadi 23 persen pada 2020.

Namun demikian, masih terlalu dini untuk mengetahui apakah perubahan ini sementara atau awal dari adopsi ritel online barang-barang mewah yang lebih luas.

Konsumen barang mewah umumnya lebih memilih membeli di toko untuk menikmati layanan berkualitas tinggi.

Meski begitu, kehadiran pemasaran omni-channel yang berkembang pesat akan sangat berdampak pada evolusi sektor ritel barang mewah.

Proyeksi ke depan

Sektor ritel menghadapi beberapa hambatan siklus dan struktural yang paling signifikan dari semua sektor properti.

Baca juga: Meski Masih Pandemi, Jabodetabek Tambah Enam Mal Baru

Beberapa di antaranya telah terjadi sebelum Covid-19, sementara yang lain terjadi sebagai akibat dari pembatasan ketat pada mobilitas populasi.

Dalam waktu dekat ini, terjadi percabangan dalam cara berbelanja konsumen; dengan konsep mengutamakan nilai yang terus berkembang dan ritel barang mewah yang pulih lebih cepat.

Menyusul krisis keuangan global 2008, ritel barang mewah global secara umum pulih dalam rentang waktu 12 hingga 18 bulan.

Ini dibuktikan oleh China pada 2020 yang bisa memberikan rasa optimisme untuk sektor ritel barang mewah.

Selama dekade berikutnya, ekonomi regional Asia Pasifik akan terus melampaui bagian dunia lainnya dan tumbuh dari 36 persen menjadi 40 persen.

Kelas menengah diperkirakan akan membengkak lebih dari 1,5 miliar pada periode yang sama.

Tren ini didukung fakta bahwa banyak pasar di seluruh kawasan, terutama Asia Tenggara, tetap kekurangan pusat perbelanjaan.

Demikian halnya di Indonesia yang menurut Managing Director Cushman & Wakefield Indonesia Lini Djafar, tren pemulihan pasar terjadi secara bertahap.

Hal ini karena pelaksanaan program vaksin di Indonesia termasuk di antara negara-negara dengan persentase tertinggi populasi yang telah divaksin.

"Pencapaian tersebut telah menunjukkan dampak pada pengembalian trafik pelanggan ke pusat-pusat ritel," tuntas Lini.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com