JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A Djalil menilai pengelolaan kawasan Cideng, di Jakarta Pusat, membutuhkan kreativitas dan pemikiran out of the box.
Banyaknya properti ruko yang tidak beroperasi, menjadi bukti bahwa daerah ini terbengkalai. Hal ini merupakan dampak dari terbatasnya akses dan penerapan kebijakan ganjil genap.
Sehingga, kawasan Cideng tampil sebagai bagian kota yang kumuh dan tidak ramah lingkungan.
Selain itu, Sofyan menilai, regulasi yang diterapkan juga sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Oleh karena itu, harus diperbaiki melalui ide-ide kreatif, dan pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Provinsi DKI Jakarta perlu melakukan diskresi.
Baca juga: Langgar Tata Ruang, Waterpark Dwisari Bekasi Resmi Dibongkar
Salah satunya melalui RUU Cipta Kerja dengan metode omnibus law. Di dalam RUU Cipta Kerja ini akan diperkenalkan Komisi Tata Ruang yang memungkinkan masyarakat dapat bersuara terkait penataan ruang daerahnya.
"Apa yang terjadi di Cideng dikarenakan adanya regulasi yang beku, tidak berpikir out of the box. Pemerintah daerah perlu melakukan diskresi. Dalam diskresi ini harus menampung aspirasi publik serta dapat merespon kondisi yang terjadi saat ini," papar Sofyan seperti dikutip Kompas.com, Minggu (13/9/2020).
Menurut Sofyan, kondisi yang terjadi saat ini di kawasan Cideng harus segera diperbaiki melalui peremajaan wilayah perkotaan.
Skema perbaikan bisa dilakukan dengan sistem Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau private public partnership (PPP).
"Skema ini ditempuh karena pemerintah akan kesulitan, terbentur anggaran," imbuh Sofyan.
Peremajaan perkotaan memang sudah sangat mendesak karena saat ini masalah yang dihadapi oleh masyarakat adalah banjir serta kemacetan.
Melalui penataan ruang kawasan perkotaan, tentunya masyarakat bisa berharap mendapat ruang hidup yang lebih baik.
Sejatinya, lanjut dia, Pemerintah mendukung peremajaan perkotaan serta pemukiman masyarakat melalui Direktur Konsolidasi Tanah Kementerian ATR/BPN.
Bentuk dukungan tersebut berupa Konsolidasi Tanah Vertikal (KTV) berbasis pada konsep penataan dan peremajaan wilayah tanpa menggusur.
"KTV merupakan inovasi pemerintah, upaya extraordinary di perkotaan terutama di kampung-kampung kota, kawasan di sekitar pusat ekonomi," kata Plt. Direktur Konsolidasi Tanah Ruminah
Dukungan juga berasal dari Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas).
Menurut Direktur Perkotaan, Perumahan dan Permukiman Kementerian PPN/Bappenas Tri Dewi Virgiyanti dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2020-2024 sudah mengatur hal tersebut.
Kebijakan pembangunan bidang perumahan dan pemukiman dilakukan dengan tiga pendekatan yakni sisi permintaan atau demand side, sisi pasokan atau supply side serta enabling environment.
"Untuk supply chain, nantinya kita akan melakukan peremajaan kota secara inklusif serta konsolidasi tanah dalam rangka kota tanpa pemukiman kumuh," kata Tri Dewi Virgiyanti.
Keinginan membuat wilayah perkotaan dan pemukiman masyarakat yang lebih baik juga menjadi tujuan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Kepala Sub Direktorat Wilayah I Direktorat Pengembangan Kawasan Pemukiman Airyn Saputra Harahap mengatakan, terdapat Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman berfokus pada peremajaan wilayah perkotaan dan pemukiman masyarakat.
Turunan dari PP ini adalah Peraturan Menteri PUPR (Permen PUPR) Nomor 14 Tahun 2018. Dalam Permen tersebut ada dua instrumen, yakni pencegahan dan peningkatan kualitas.
"Dalam pencegahan, kita melakukan pengawasan dan pengendalian serta pemberdayaan masyarakat," jelas Airyn.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.