JAKARTA, KOMPAS.com - Konsep perumahan yang mengedepankan kepentingan kesehatan dan kebersihan tampaknya menjadi keharusan untuk saat ini dan masa-masa mendatang.
Sebagaimana diketahui, wabah Covid-19 yang berjangkit hampir delapan bulan ini telah membuat banyak perubahan mendasar dalam gaya hidup maupun aktivitas keseharian manusia di seluruh dunia.
Angka penularan yang masih mengkhawatirkan, memicu kesadaran banyak orang bahwa gaya hidup sehat merupakan kunci agar terhindar dari paparan penyakit berbahaya tersebut.
Masyarakat semakin sadar, penerapan protokol kesehatan (physical distancing, penggunaan masker di tempat umum, anjuran rutin cuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir) adalah langkah sederhana yang penting dilakukan untuk menanggulangi semakin meluasnya penyebaran virus Covid-19.
Baca juga: Rumah Tusuk Sate Dianggap Sial, Mitos atau Fakta? Ini Penjelasannya
Lebih dari sekadar perubahan aktivitas keseharian dan lifestyle, Pandemi Covid-19 juga mengubah struktur kehidupan masyarakat, termasuk dalam perencanaan tata ruang kota.
Di hampir setiap klaster perumahan, telah terjadi perubahan ruang privat hunian menjadi area produktif, rekreasi, ruang belajar, tempat ibadah dan lainnya.
Hal ini tidak lepas dari kebijakan work from home (wfh) yang diterapkan hampir semua pelaku dunia usaha bagi hampir seluruh karyawannya selama beberapa bulan terakhir.
Perubahan cara hidup ini menimbulkan banyak pertanyaan terkait hunian serta apa yang bisa kita lakukan di lingkungan pribadi dalam rangka pencegahan penularan Covid-19.
Praktisi kesehatan dan Pembina Kota Sehat di wilayah Jakarta Timur dr. Yulia Muliaty mengingatkan masyarakat tentang karakter dan cara penularan Covid-19.
“Mengingat cara penularan Covid-19 adalah melalui droplet, masyarakat harus paham bahwa strain Sars-CoV-2 dapat bertahan hidup pada suhu 90 derajat Celsius selama satu jam,” ujar Yulia dalam keterangan tertulis yang dikutip Kompas.com, Senin (3/8/2020).
Terkait dengan karakter virus tersebut, Yulia memberikan beberapa tips praktis untuk mendapatkan hunian sehat.
Baca juga: Era New Normal, Fungsi Rumah Tak Lagi Hanya sebagai Tempat Tinggal
Pertama, pastikan terdapat ventilasi udara yang memadai pada tiap ruangan. Kedua, pastikan masuknya cahaya matahari ke dalam rumah. Ketiga, hindari re-sirkulasi udara seperti yang terjadi pada penggunaan AC terus-menerus.
“Walaupun kontak dekat menjadi faktor utama, namun kondisi berjejalan dengan ventilasi ruangan yang buruk bisa menjadi sebab bertahannya virus dalam ruangan,” jelasnya.
Saran keempat, usahakan menerima tamu di luar ruangan dengan udara bebas serta tidak bersinggungan langsung dengan ruang keluarga.
Kelima, pastikan tersedia fasilitas cuci tangan ataupun disinfektan di sekitar halaman sebelum masuk ke dalam rumah.
Keenam, sediakan tempat penyimpanan sepatu atau alat-alat yang digunakan di luar rumah secara rutin.
Ketujuh, biasakan untuk membersihkan diri setiap kali sampai di rumah (sebelum bertemu dengan keluarga, terutama anggota yang rentan) dengan mencuci tangan menggunakan sabun setiap kali berkegiatan.
“Hal-hal di atas, kalau diterapkan secara disiplin paling tidak dapat meminimalisasi paparan Covid 19,” imbuh dia.
Terkait pilihan hunian, Yulia menganjurkan untuk mempertimbangkan health protocol, serta fasilitas sanitasi lingkungan perumahan yang beradaptasi dengan kondisi baru kini.
Lalu bagaimana dunia arsitektur bisa mengakomodasi protokol kesehatan dalam menghadapi ancaman Covid-19?
Arsitek dari Studio ArsitektropiS Ren Katili memaparkan beberapa standar arsitektur yang bisa diterapkan masyarakat.
Menurut dia, hunian yang adaptif untuk pencegahan penyebaran virus covid-19 sebenarnya sudah diakomodasi dalam konsep rumah sehat yang selalu memperhatikan unsur iklim daerah setempat.
Untuk daerah tropis seperti Indonesia, rumah harus memenuhi aspek kecukupan pencahayaan matahari dan memiliki sirkulasi udara yang baik, di samping fasilitas ruang terbuka hijau yang memadai.
Baca juga: Tren dan Peluang Masa Depan Desain Zoomable Home Office
“Rumah yang memiliki sirkulasi udara baik dengan pancahayaan sinar matahari cukup akan mampu mereduksi kelembaban udara yang tinggi di daerah tropis sehingga rumah tidak terasa lembab yang memudahkan berkembangbiaknya bakteri serta virus-virus berbahaya,” terang Ren.
Lalu bagaimana mengatasi problem overheating yang sering dikeluhkan orang pada ruangan yang tidak ber-AC?
Ren mengamati, temperatur tinggi yang terjadi karena pencahayaan matahari berlimpah di daerah tropis, rata-rata dialami oleh rumah yang memiliki aliran udara rendah.
Untuk menghindari kondisi terlalu panas seperti itu, ia menyarankan, saat membangun rumah, bangunan sebaiknya diorientasikan pada arah utara-selatan.
Selain itu, bentuk bangunan yang pipih (desain persegi panjang) menurutnya juga lebih baik daripada denah rumah yang berbentuk gemuk (seperti kubus) karena udara akan lebih cepat keluar masuk.
Dalam hal trafik udara, idealnya setiap rumah memang memiliki 2 lubang yang bisa menjadi pintu keluar masuk udara.
Baca juga: Intip, Desain Rumah Mid Century Modern yang Keren dan Elegan
Namun di kompleks perumahan yang padat saat ini, tidak bisa dihindari lagi, hanya ada satu opsi satu fasad karena bagian belakangnya ditutup rapat ketika penghuninya butuh ruang tambahan.
Untuk kondisi seperti itu, Ren menganjurkan dibuat bukaan atas agar udara panas bisa keluar leluasa.
Selain bukaan untuk trafik udara, presentasi luas dasar terhadap luas lahan juga harus diperhatikan demi kualitas udara, tanah dan air sehingga tercipta keseimbangan kelestarian lingkungan.
“Demikian halnya dengan rumah dua lantai, bisa disiasati dengan membuat jendela atau bukaan di atas tangga agar udara jangan sampai mampat,” tutup Ren.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.