Ongku mengatakan, dasar Praperadilan dilakukan karena selama tahap penyidikan hingga penetapan tersangka, banyak proses yang tidak sesuai dengan peraturan perundang undangan.
Menurut Ongku, terdapat beberapa hal yang dipersoalkan yaitu mulai dari Laporan atau Pengaduan secara hukum, tidak dilakukan penyelidikan, dan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) terbit setelah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP).
Kemudian, Pemberitahuan dan penyerahan Surat SPDP melebihi batas waktu, gelar perkara, dan kurangnya bukti permulaan dalam penetapan tersangka.
Selain itu, Kuasa Hukum akan meminta Hakim untuk memeriksa atau setidak-tidaknya memberikan penilaian bahwa penetapan tersangka tersebut telah bertentangan dengan hukum Hak Asasi Manusia (HAM).
"Kami berharap, hakim lebih progresif. Tidak hanya memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan prosedural saja, tapi lebih dari itu Pengadilan sebagai lembaga yang melaksanakan fungsi checks and balances memiliki tugas untuk mengawasi Kepolisian dalam melaksanakan kewajiban hukumnya terkait dengan hak asasi manusia," pungkas Alfy.
Menurut Alfy, dengan begitu pengadilan dapat mengoreksi dan melindungi sejak dini hak kebebasan berpendapat dan hak untuk mencari informasi dari setiap warga negara.
Sidang perdana Praperadilan telah digelar pada hari Kamis, 9 April 2020 silam oleh PN Jakarta Pusat.
Puluhan warga dan penghuni menghadiri sidang perdana tersebut walaupun saat ini Indonesia sedang dilanda pandemi Covid-19.
Namun, termohon (Kepolisian) tidak hadir tanpa memberikan alasan apa pun sehingga akan dilakukan Pemanggilan Kedua untuk hadir pada hari Jumat, 17 April 2020 mendatang.
Dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com Rabu (15/4/2020), Head of Communication PT Duta Paramindo Sejahtera Lusida Sinaga menolak tuduhan yang dilontarkan ketiga penghuni apartemen Green Pramuka City.
Lusida menjelaskan, bahwa pada 10 September 2019, sejumlah warga apartemen yang mengatasnamakan Paguyuban Green Pramuka City melayangkan surat ke Badan Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta (BPRD), yang salah satu butirnya adalah tuduhan bahwa PT Duta Paramindo Sejahtera telah melakukan pungli dan penggelapan PBB dalam kurun 2013-2017.
Padahal, menurut Lusida, PT Duta Paramindo Sejahtera selalu membayarkan PBB secara tepat waktu dengan bukti-bukti yang lengkap.
"Perusahaan merasa difitnah. Oleh karena itu, Perusahaan kemudian melaporkannya kepada Polsek Cempaka Putih," kata Lusida.
Dia melanjutkan, Perusahaan sebagai entitas badan hukum yang taat atas peraturan perundang-undangan menyerahkan proses hukum ini kepada kepolisian.
"Kami yakin pihak Kepolisian telah menjalankan tugasnya sesuai dengan mekanisme peraturan perundang-undangan yang berlaku," imbuh Lusida.
Perusahaan, demikian Lusida, hanya mempertahankan hak sebagai subyek hukum yang patut diduga telah menjadi korban dari perbuatan fitnah yang dilakukan oleh sejumlah oknum penghuni tersebut.
Catatan redaksi: judul dan isi artikel telah mengalami penyuntingan, menyusul masuknya surat hak jawab dari PT Duta Paramindo Sejahtera.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.