JAKARTA, KOMPAS.com - Saat ini, para pengemudi ojek online kerap menimbulkan kemacetan terutama di ruang publik.
Pengendara biasanya memanfaatkan lahan kosong, pinggir jalan, maupun lokasi transportasi umum seperti terminal, stasiun, dan halte.
Direktur Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah Kementerian ATR/BPN Budi Situmorang menyebut, status ojek online yang bukan merupakan transportasi publik membuatnya sulit untuk diatur.
Apalagi, banyaknya pengendara yang berkumpul dan menjemput di titik tertentu bisa menyebabkan kekacauan lalu lintas.
"Sebenarnya, untuk ojek online, di tata ruang yang diatur adalah transportasi secara publik. Jadi kalau persoalannya bukan di titik jemput, tapi di titik mangkalnya. Titik mangkalnya itu di lahan kosong," kata Budi.
Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Tata Ruang Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Abdul Kamarzuki menilai tempat parkir memang seharusnya diatur.
Baca juga: Pertumbuhan Ojol, Kegagalan Pemerintah Menyediakan Transportasi Umum
Dia mengatakan, saat ini pihaknya menyarankan pemerintah daerah untuk memasukkan aturan mengenai penempatan lokasi parkir bagi pengendara ojek online dalam rencana tata ruang.
Namun, aturan ini rencananya baru dimasukkan dalam Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) DKI Jakarta yang saat ini memasuki tahap revisi.
Jika telah disetujui dalam RDTR, setiap stasiun di DKI Jakarta nantinya harus menyediakan lahan khusus sebagai tempat tunggu untuk para pengendara ojek online.
"Kalau di DKI, sedang revisi RDTR-nya agar memasukkan persyaratan di stasiun harus ada parkir ojek online," kata Abdul di kantor Kementerian ATR/BPN, Selasa (10/3/2020).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.