JAKARTA, KOMPAS.com - Dalam tiga tahun ke depan, kurun 2020 hingga 2023, stok apartemen di Jakarta akan bertambah 49.200 unit.
Dengan rata-rata pasokan baru per tahun sekitar 12.300 unit atau lebih rendah ketimbang pasokan rata-rata per tahun selama medio 2015-2019.
Hingga akhir 2020, penyelesaian apartemen baru diprediksi mencapai lebih dari 26.000 unit. Namun demikian, penundaan beberapa proyek bisa saja terjadi.
Savills Indonesia memprediksi sekitar 40 persen penyelesaian baru yang dijadwalkan pada 2019, tertunda karena kondisi ekonomi yang belum pulih.
Baca juga: 5 Inspirasi Desain Kitchen Set untuk Apartemen Studio
Head of Research Savills Indonesia Anton Sitorus menuturkan, penurunan jumlah pasokan baru ini disebabkan keterbatasan lahan dan faktor cuan alias kemampuan finansial pengembang.
"Kondisi ini berbeda jauh dibanding empat tahun lalu," kata Anton dalam riset yang diterima Kompas.com, Selasa (11/2/2020).
Berdasarkan jenis proyek, pasokan baru apartemen dengan konsep Transit Oriented Development (TOD) atau terintegrasi transportasi massal mendominasi pasar.
Sementara berdasarkan wilayah, Jakarta Selatan masih merupakan konsentrasi apartemen baru dengan posisi 31 persen, disusul Jakarta Barat dengan 25 persen, Jakarta Utara 17 persen, dan Jakarta Timur 15 persen.
Adapun Jakarta Pusat berkontribusi sebanyak 7 persen, dan kawasan central business district (CBD) Jakarta sekitar 5 persen.
Pasokan baru di daerah CBD adalah apartemen kelas atas dan mewah, sedangkan Jakarta Timur disesaki apartemen menengah dan menengah bawah.
Baca juga: Dua Menara Apartemen Vasanta Innopark Tutup Atap
Secara keseluruhan, pasokan baru dalam tiga tahun ke depan dengan populasi terbesar masih ditempati kelas menengah dengan 37 persen.
Menyusul apartemen kelas menengah ke bawah dengan 30 persen dan kelas menengah 25 persen. Sementara jumlah apartemen kelas atas dan mewah sangat terbatas masing-masing 7 persen dan 1 persen.
Dengan jumlah pasokan masa depan yang terhitung moderat untuk kelas menengah ke atas, menjadikannya sebagai segmen yang mencatat penjualan tertinggi yakni 62 persen.
Selain itu, tingkat permintaan yang kuat juga terlihat di kelas menengah ke bawah dengan tingkat penjualan 58 persen.
"Meskipun pasokannya melimpah namun titik harga yang relatif rendah kemungkinan menjadi daya tarik utama," imbuh Anton.