Data menunjukkan di KM 90-92 Tol Cipularang sering terjadi kecelakaan yang mengakibatkan mobil-mobil saling bertubrukan yang disebabkan beroperasinya truk ODOL.
Contohnya truk ODOL yang mengangkut beban 37 ton. Padahal peraturan maksimum yang dapat diangkut melalui jalan tol hanya 12 ton dengan toleransi sekitar 25 ton.
Alhasil, kelebihan muatan itu mengakibatkan rem tidak berfungsi sempurna dan truk tersebut menabrak kendaraan di depannya untuk kemudian terguling.
Dari kejadian seperti ini puluhan kendaraan lain di belakang truk ini bisa celaka karena saling bertabrakan.
Data lain dari Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyebutkan bahwa 80 persen kecelakaan di tol akibat mobil kekurangan tekanan ban, padahal truk ODOL sangat mengganggu kinerja ban itu sendiri.
Kembali lagi kepada keberatan Kemenperin, menurut saya kinerja perekonomian Nasional tidak memiliki hubungan langsung dengan pelarangan truk ODOL.
Tekanan gardan truk itu maksimal 12 ton. Jika pengusaha ingin mengangkut barang seberat 36 ton, seharusnya dilakukan dalam 3 x angkut secara paralel atau seria.
Pengusaha memang ingin berhemat dan cepat agar dapat mengangkut muatan 36 ton dalam satu truk, namun tidak artinya bila cepat dan murah itu pada akhirnya malah membuat celaka di jalan.
Jelas, ujung-ujungnya malah mengganggu produksi, kinerja ekonomi, dan merusak jalan tol itu sendiri.
Sebaliknya, apabila pengusaha truk mengeluh bahwa biaya logistik akan mahal karena banyak pungutan tidak resmi, seharusnya hal inilah yang diperangi bukan malah mengorbankan keselamatan di jalan.
Apabila aturan Zero ODOL ditunda atau dibatalkan, apakah Menperin mau dituntut publik jika ada kecelekaan yang disebabkan truk ODOL?
Keselamatan jalan adalah mutlak, dan tidak bisa ada tawar-menawar lagi. Namun apabila pemerintah ingin biaya angkut logistik lebih murah, untuk sektor tertentu tidak ada salahnya mengucurkan subsidi untuk angkutan barang.
Apalagi bila kita berbicara angkutan barang, harusnya berbicara juga tentang angkutan multi-moda. Seperti angkutan barang dengan kereta api misalnya.
Angkutan barang dengan kereta api ini masih sangat minim mode share-nya, yakni sekitar 0,7 persen dibandingkan dengan moda lain.
Moda kereta api untuk angkutan barang inilah yang harusnya diperhatikan secara serius oleh Kemenperin. Jadi, tidak hanya berpikir satu moda angkutan darat saja yang penuh risiko fatal kecelakaan jalan.
Membersihkan jalan dari truk-truk ODOL harus dilakukan lintas sektoral dan melibatkan berbagaistakeholder bila ingin zero accident.
Demikian halnya dengan kinerja jembatan timbang harus dimutakhirkan setiap waktu. Data setiap truk yang sudah ditimbang harus terkoneksi dengan server Kemenhub dan Dishub setempat, sehingga bisa menekan risiko truk-truk ODOL.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.