Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Ganti Rugi Lahan Eks HGU di Sumut, Ahli: Ini Pungutan Liar

Kompas.com - 08/01/2020, 13:56 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

MEDAN, KOMPAS.com - Ganti rugi yang dilakukan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Sumut) kepada PT Perkebunan Nusantara (PTPN) II sebesar Rp 31,2 miliar untuk kepemilikan lahan eks Hak Guna Usaha (HGU) seluas 50 hektar terindikasi sebagai praktik pungutan liar.

Tudingan ini disampaikan Kepala Laboratorium Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Edi Yunara.

Menurut Edi, pembayaran uang ganti rugi tersebut tidak ada aturan hukumnya dan berpotensi pidana.

Tidak ada dasar hukum yang mengatur tentang ganti rugi lahan eks HGU yang telah dihapusbukukan.

Aturan Badan Pertanahan Nasional (BPN) yang memuat ganti rugi pengambilalihan lahan eks HGU PTPN II yang telah hapus buku adalah sesuatu yang dibuat-buat sehingga tidak layak dijadikan dasar hukum.

Baca juga: Sepanjang 2019, Sumut Bangun 89 Kilometer Jalan dan 169 Meter Jembatan

“PTPN II sebagai korporasi bisa terkena sanksi hukum, orang-orangnya bisa dipidana. Sesuatu yang tidak ada, lalu diada-adakan untuk mendapatkan keuntungan yang tidak legal, namanya perampokan. Bisa dipidana,” tutur Edi saat dihubungi Kompas.com via telepon, Selasa (7/1/2020).

Kemudian, pakar hukum ini mempertanyakan aturan BPN yang mewajibkan membayar lahan eks HGU PTPN II yang telah hapusbuku.

Secara hukum administrasi negara dan hukum perusahaan, lahan eks HGU yang telah dihapusbukukan bukan lagi aset negara dan tidak ada kewajiban hukum bagi pemegang hak yang baru untuk membayar sejumlah uang.

“Kalau tetap diberlakukan, berarti BPN terindikasi telah melakukan pungli. Harusnya aparat penegak hukum sudah bertindak mengusut karena kasus ini bukan delik aduan. Ini delik umum, polisi bisa langsung melakukan penyelidikan tanpa harus menunggu adanya laporan kasus,” ucap Edi.

Ketua Jaringan Pendamping Kebijakan Pembangunan (JPKP) Sumut Rudi Chairuriza Tanjung pun menyayangkan tindakan Pemerintah Provinsi Sumut yang mengambil-alih lahan eks HGU dengan menggunakan uang negara.

Pihaknya akan melaporkan kasus ini ke Presiden Joko Widodo.

“Uang negara dibuat membeli lahan negara, dibayar ke perusahaan yang tidak punya surat karena izin HGU-nya berakhir. Dasar hukumnya apa? Kami akan ke istana negara, melaporkan kasus ini ke presiden,” kata Rudi melalui pesan singkat saat dikonfirmasi, Selasa (7/1/2020).

Seperti diberitakan, Pemerintah Provinsi Sumut mengambil-alih lahan eks HGU PTPN 2 seluas 50 hektar dengan membayar ganti rugi sebesar Rp 31,2 miliar lebih.

Rencananya lahan yang terletak di Desa Sena, Kecamatan Batangkuis, Kabupaten Deliserdang ini akan dibangun Islamic Centre.

Penyerahan uang ganti rugi dilakukan di kantor wilayah BPN Provinsi Sumut pada Senin (30/12/2019). 

Pelaksana Tugas Kepala BPKAD Sumut Ismael Sinaga secara simbolis menyerahkan uang kepada Direktur Operasional PTPN II Marisi Butar-butar, disaksikan Asisten Administrasi Umum dan Aset Pemprov Sumut M Fitriyus, Staf Ahli Gubernur Bidang Ekonomi, Keuangan, Pembangunan, Aset dan SDA Agus Tripriyono, Direktur Utama PTPN II M Iswan Achir, dan Kepala BPN Sumut Bambang Priono. Ismael mengatakan akan segera mencatatkan aset tersebut ke Kartu Inventaris Barang (KIB) golongan A. 

"Hari ini bertambah lagi aset kita, kita lakukan pembayaran ganti rugi kepada pihak PTPN II. Hari ini juga, PTPN II akan melakukan proses penghapus bukuan dan menyerahkannya ke Pemprov Sumut," ujarnya dikutip dari rilis tertulis Humas Sumut, Senin (30/12/2019). 

Ismael menjelaskan, pengadaan tanah ini untuk kepentingan umum, yakni pembangunan Islamic Centre Sumut.

Sudah lama direncanakan dan sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) daerah. 

Kepala Kanwil BPN Sumut Bambang Priono memuji langkah Pemprov Sumut. Katanya, Pemprov Sumut membayar agar aset bisa dihapus aktiva dari aset PTPN II.

Pemprov Sumut yang memiliki kekuasaan tidak semena-mena, taat pada asas, mau membangun dengan membeli tanah.

"Dibayar tanahnya PTPN II, saya harap masyarakat mencontoh, jadi tak ada itu dibilang gratis," kata Bambang. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com