Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cara Menghindari Penipuan Berkedok Rumah Syariah

Kompas.com - 18/12/2019, 07:00 WIB
Rosiana Haryanti,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama pengembang PT Wepro Citra Sentosa dikenal luas justru setelah terlibat kasus penipuan perumahan berkedok syariah yang merugikan 3.680 korban.

Kerugian yang ditimbulkan pun tak main-main. Para korban kehilangan uang Rp 40 miliar yang seharusnya digunakan untuk mengembangkan hunian impian mereka.

Kasus ini terjadi tak lama setelah pengungkapan penipuan oleh PT ARM Citra Mulia. Pada awal November silam, developer tersebut diketahui melakukan penipuan kepada 270 warga. Kerugian yang diakibatkan mencapai Rp 23 miliar.

Pada awalnya, pelaku yang juga merupakan direktur utama perusahaan beserta tiga orang lainnya menarik uang dari para korban. Uang tersebut digunakan untuk pembebasan tanah.

Akan tetapi, perumahan yang rencananya akan dibangun di lima lokasi itu terhenti. Pemilik proyek juga tidak pernah muncul di lokasi.

Bahkan, lahan yang sedianya akan digunakan sebagai lokasi pembangunan juga tak pernah dibeli. 

Baca juga: Penipu 3.680 Korban Rumah Syariah Tak Terdaftar di Kementerian PUPR

Menanggapi kasus-kasus ini, Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Khalawi Abdul Hamid mengatakan, publik harus lebih waspada dengan oknum yang berniat melakukan penipuan.

Dia menjanjikan, Kementerian PUPR akan melakuan koordinasi dengan pemerintah daerah serta kepolisian untuk melakukan pengawasan.

Nah, agar calon konsumen lebih teliti sebelum membeli rumah, Khalawi mengimbau masyarakat mengecek izin pembangunan ke pemerintah daerah.

"Mengecek ke pemda apakah sudah ada surat izin pembangunan," ucap Khalawi menjawab Kompas.com, Selasa (17/12/2019).

Selanjutnya, calon pembeli rumah memastikan adanya dukungan pendanaan dari perbankan. Khalawi menekankan hal ini agar konsumen tidak mudah tergiur dengan harga properti murah.

"Jangan mudah tergiur rumah dengan harga murah," kata dia.

Tak kalah penting, sebelum memutuskan untuk membeli hunian, konsumen juga harus mencari tahu apakah developer tersebut merupakan anggota dari perhimpunan perumahan.

Jejak pembangunan perumahan syariah Pesona Darussalam Residence hanya tersisa siring (selokan) yang dibangun setelah land clearing pada 2014 lalu. Perumahan syariah yang dikembangkan PT ARM Citra Mulia ini diduga penipuan berkedok perumahan syariah.KOMPAS.com/TRI PURNA JAYA Jejak pembangunan perumahan syariah Pesona Darussalam Residence hanya tersisa siring (selokan) yang dibangun setelah land clearing pada 2014 lalu. Perumahan syariah yang dikembangkan PT ARM Citra Mulia ini diduga penipuan berkedok perumahan syariah.
Di Indonesia sendiri ada beberapa asosiasi khusus untuk pengembang properti di antaranya Real Estat Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (APERSI), Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (HIMPERA), Asosiasi Pengembang Rumah Sederhana Sehat Nasional (APERNAS), dan perkumpulan lainnya.

Terakhir, dia menyarankan masyarakat mencari tahu lebh lanjut produk yang akan dipilih. Menurut Khalawi, jika hunian yang akan dibeli merupakan rumah subsidi, maka uang muka yang diberikan hanya 1 persen.

"Dan ada subsidi uang muka dari pemerintah Rp 4 juta, serta subsidi selisih bunga 5 persen," tutur Khalawi.

Baca juga: Penipuan Properti Syariah, YLKI: Cabut Izin Usaha Pengembangnya

Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Totok Lusida menilai, kasus tersebut terjadi karena pengembang perumahan syariah belum menerapkan kontrol ketat kepada calon konsumen.

"Karena belum ada yang kontrol soal reward and punishment-nya," ujar Totok.

Padahal menurutnya, kedua hal tersebut merupakan unsur penting dalam berbisnis. Untuk itu, ia mengimbau calon pembeli juga memeriksa kredibilitas dan rekam jejak developer.

Tak hanya itu, masyarakat disarankan untuk mengecek kepemilikan lahan sebelum memutuskan membeli properti. Ini dilakukan guna memastikan tanah yang akan dibangun sesuai dengan peruntukannya.

"Berdasarkan pengalaman selama ini tanahnya itu peruntukannya hijau untuk persawahan, padahal orang sudah ngangsur semua, dia sudah belikan untuk tanah," ucap Totok.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com