JAKARTA, KOMPAS.com - Transportasi perkeretaapian adalah kegiatan memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan moda kereta api.
Perpindahan tersebut haruslah menjadi perpindahan yang sehat atau dengan kata lain memiliki keuntungan bagi yang memindahkan (penyedia jasa kereta api) maupun yang dipindahkan (konsumen). Untuk itu diperlukan sistem perkeretaapian yang baik dan terukur.
Menurut Direktur Eksekutif INTRANS Deddy Herlambang, MRT Jakarta yang dioperasikan secara resmi tanggal 1 April 2019, kini telah menjadi pilihan angkutan umum massal di jantung kota Jakarta.
"Sejak bertarif pada Mei 2019 dengan rentang Rp 3.000 hingga Rp 14.000, jumlah pengguna jasa kereta MRT Jakarta terus menunjukkan kenaikan setiap bulannya," ujar Deddy kepada Kompas.com, Rabu (20/11/2019).
Hal ini dibenarkan Direktur Operasional dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta Muhammad Effendi dan Direktur Keuangan dan Manajemen Korporasi PT MRT Jakarta Tuhiyat, bahwa jumlah penumpang terus bertambah hingga mencapai rata-rata 90.000 orang per hari.
Baca juga: MRT Jakarta Menuju World Class Operator
Rata-rata pengguna MRT saat ini per harinya mencapai 90.000 orang. Angka tersebut menunjukan adanya kenaikan setiap bulannya.
Sementara data PT MRT Jakarta per 1-14 Juli 2019, menunjukkan bila hari kerja jumlah perjalanan kereta 285 kali, sedangkan perjalanan kereta akhir pekan 219 kali.
Untuk load factor (LF) hari kerja 37 persen dan LF pada akhir pekan 42 persen. Dari data ini bisa disimpulkan kembali bahwa untuk LF akhir pekan, okupansi penggunanya lebih banyak karena jumlah perjalanan lebih sedikit, 66 kali.
Hal ini tentu saja sangat berpengaruh pada keseimbangan biaya operasi normal dengan keuntungan perusahaan. Untuk mencapai keseimbangan ideal, minimal load factor (LF)-nya harus 60 persen.
Namun, bukan tidak mungkin kondisi ideal ini dapat dicapai, mengingat sejak diterapkannya rekayasa ganjil-genap di jalan-jalan protokol pada 9 September 2019, pengguna MRT mengalami kenaikan.
PT MRT Jakarta menargetkan total pendapatan dari penjualan tiket (farebox) sepanjang 2019 sebesar Rp 168 miliar.
Target ini telah terlampaui karena sampai dengan bulan Oktober, menurut Tuhiyat, pendapatan farebox telah mencapai Rp 180 miliar.
Sementara realisasi pendapatan non-farebox telah mencapai Rp 225 miliar, dengan kontribusi terbesar dari iklan, disusul hak penamaan (naming rights), penyewaan ruang ritel, dan telekomunikasi.
Dengan meningkatnya pengguna kereta MRT pada hari libur dan akhir pekan serta jumlah pengguna rata-rata yang sudah mencapai 90.000 orang per hari, pendapatan MRT Jakarta sampai akhir 2019 diproyeksikan tumbuh positif.