JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional(ATR/BPN) menargetkan seluruh layanan pertanahan digital rampung pada 2025.
Hal ini untuk membangkitkan produktivitas dan efisiensi serta menghidupkan akuntabilitas mesin kelembagaan negara.
Selain itu, juga untuk menciptakan sebuah layanan pertanahan yang efektif dan efisien sehingga memudahkan masyarakat.
Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan A Djalil mengatakan, saat ini dari sekitar 57 pelayanan pertanahan, sudah empat layanan dilakukan secara digital.
Keempatnya adalah pendaftaran hak tanggungan, peralihan hak tanggungan, perubahan nama kreditor dan penghapusan hak tanggungan yang sudah dilaksanakan di 42 Kantor Pertanahan sebagai pilot project.
Baca juga: Kementerian ATR Akan Tambah Dirjen Baru
“Hasilnya bagus dapat mengurangi antrran masyarakat di Kantor Pertanahan mencapai 30 persen hingga 40 persen, karena orang tidak perlu antre dengan layanan elektronik,” ujar Sofyan dalam keterangan tertulis, Jumat (1/11/2019).
Selanjutnya, Kementerian ATR/BPN akan menambah jenis layanan pertanahan dengan platform digital.
“Awal tahun nanti akan kami tambah lagi, sehingga pada tahun 2025 seluruh pelayanan pertanahan terdigitalisasi," imbuh Sofyan.
Layanan digital ini dilaksanakan sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar setiap instansi menerapkan Digital Melayani (dilan).
Menurutnys, salah satu komponen dalam mewujudkan kemudahan berinvestasi adalah sektor pertanahan. Maka dari itu diperlukan Kantor Pertanahan modern yang memberikan layanan pertanahan dan tata ruang dengan mudah dan cepat.
Selain masalah transformasi digital, Kementerian ATR/BPN juga tengah berupaya menyelesaikan konflik agraria.
Sofyan mengatakan telah memiliki peta jalan, dan akan dimulai segera hingga 2025 mendatang.
Untuk itu, diperlukan Undang-Undang Pertanahan baru karena Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang ada saat ini belum memadai.
Menurut Sofyan, masa transisi UUPA demikian panjang karena terdapat hak-hak lama, dan girik yang tidak terawasi, kemudian bermunculan mafia tanah yang memanipulasi dokumen palsu, dan mengklaim tanah sehingga terjadi sengketa.
“Ini harus diselesaikan oleh Undang-Undang baru di mana hak lama dimatikan sehingga nanti akan lebih mudah. Yang belum bersertipikat dianggap tanah negara, haknya kita selesaikan sesuai dengan peraturan yang baru,” pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.