Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

OTT Pejabat Kementerian PUPR Tak Terkait Proyek Ibu Kota Baru

Kompas.com - 16/10/2019, 17:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Inspektur Jenderal Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Widiarto memastikan, operasi tangkap tangan (OTT) oknum pejabat di lingkungannya tak terkait rencana pemindahan ibu kota baru

Dia mengungkapkan, OTT ini terkait proyek jalan yang digarap Kementerian PUPR di Kalimantan Timur. Namun, proyek jalan apa yang terindikasi berkasus, Widiarto mengaku  belum dapat mengungkapkannya.

"Oh enggak (terkait ibu kota), jalan ini. Tapi kami belum tahu jalan apa. Nanti resminya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)," kata Widiarto menjawab awak media di kantornya, Rabu (16/10/2019).

Dari keterangan KPK, ia menambahkan, proyek jalan ini bernilai sekitar Rp 155 miliar. Kementerian PUPR pun telah mengidentifikasi proyek jalan yang dikerjakan.

Baca juga: Pejabatnya Dicokok KPK, Ini Sikap Kementerian PUPR

Oleh karena itu, Widiarto menyerahkan sepenuhnya kepada KPK untuk mengumumkan proyek tersebut.

"Kami sudah menduga paket itu, tapi sekali lagi tunggu saja rilis resmi KPK," imbuh dia.

Ia memastikan, Kementerian PUPR akan terus mendukung KPK dalam upaya pemberantasan korupsi. Selain itu, Kementerian PUPR juga akan kooperatif dan menghormati seluruh proses yang sedang berjalan. 

Sebelumnya diberitakan, delapan orang diamankan KPK di Bontang, Samarinda dan Jakarta, terkait proyek jalan.

Salah seorang di antaranya yakni Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) Wilayah XII Refly Ruddy Tangkere.

Baca juga: Widiarto Mengantar Sendiri Pejabat Kementerian PUPR ke Kantor KPK

Selain itu, dalam operasi tersebut diduga ada pula pejabat pembuat komitmen, staf balai, dan pihak swasta yang diamankan. 

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan, belum bisa mengungkap secara rinci identitas pihak-pihak yang diamankan tersebut. Namun, dalam OTT tersebut, KPK menduga ada transaksi senilai Rp 1,5 miliar.

"Jadi, pemberi mentransferkan uang secara periodik pada rekening miliknya dan kemudian ATM-nya diberikan kepada pihak penerima. Nah, uang di ATM itulah yang diduga digunakan pihak penerima. Diduga sudah diterima sekitar Rp 1,5 miliar," kata Febri di Gedung Merah Putih KPK. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com