JAKARTA, KOMPAS.com - Nasib pengembang hunian subsidi yang memanfaatkan fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) terancam gulung tikar. Hal ini sudah terjadi dan dialami sejumlah pengembang di Subang, Jawa Barat.
Menipisnya kuota FLPP tahun anggaran 2018-2019 dianggap sebagai penyebab nasib para pengembang rumah subsidi tersebut di ujung tanduk.
Ketua Komtap Kadin Properti Setyo Maharso mengatakan, pembangunan FLPP merupakan salah satu ujung tombak pemerintah dalam memenuhi target Program Sejuta Rumah (PSR).
Namun, pemerintah kurang memberikan perhatian lebih terhadap pelaku usaha sektor perumahan subsidi.
"Intinya, dengan habisnya kuota FLPP ini menyebabkan ketidakpastian industri properti. Terutama para pengembang properti baik REI, Himpera, Pengembang Indonesia, yang 70 persen anggotanya merupakan pengembang rumah FLPP," kata Setyo di Kantor Kadin, Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Baca juga: Kuota FLPP Tak Kunjung Cair, REI Jabar Sangsi Target Sejuta Rumah Tercapai
Sebagai informasi, dana FLPP disalurkan melalui 39 bank pelaksana penyalur yang mencakup bank umum nasional dan 39 bank pembangunan daerah.
Namun dari jumlah tersebut hanya 18 bank pelaksana yang mampu menyalurkan KPR FLPP lebih dari 50 persen dari kuota yang diberikan berdasarkan Perjanjian Kerjasama Operasi (PKO).
Hingga kuartal II-2019, baru 67 persen KPR FLPP yang telah tersalurkan ke masyarakat dari total target 68.858 unit. Itu artinya, masih ada 22.084 unit yang hingga kini belum tersalurkan.
Pada saat yang sama, Kementerian PUPR telah mengevaluasi pelaksanaan penyaluran KPR FLPP. Bank pelaksana yang kinerjanya di bawah 25 persen, kuotanya dialokasikan ke Bank BTN atau bank lain yang kinerjanya positif.
Dari peralihan alokasi ini, terdapat sekitar 5.000 unit rumah FLPP yang berganti bank penyalur.
"Tetapi itu jumlahnya juga hampir habis. Prediksi kami akhir Agustus ini sudah habis yang 5.000 itu," kata Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI) Soelaeman Soemawinata.
Soelaeman mengatakan, sejak Juni 2019 REI telah memberikan peringatan kepada pemerintah tentang hal tersebut.
Peringatan itu disampaikan setelah sejumlah anggota REI di daerah mengeluhkan kian menipisnya kuota KPR FLPP.
Dari hasil penghitungan pada Mei 2019, tercatat penyaluran KPR FLPP dan Subsidi Selisih Bunga (SSB) telah mencapai 105.000 unit.
"Itu artinya pada bulan Mei sisanya jadi sekitar 50.000," kata dia.
Menurut Soelaeman, alokasi KPR FLPP dan SSB tahun ini jauh lebih rendah dibandingkan realisasi kedua jenis KPR tersebut pada 2018 yang mencapai 256.000.
Padahal, berdasarkan asumsi penghitungan REI, peningkatan kebutuhan KPR FLPP mencapai 30.000 unit per tahun.
"Sehingga kalau tahun lalu 256.000 (untuk FLPP dan SSB), tahun ini seharusnya 286.000," ungkapnya.
Hal senada disampaikan Ketua Umum Pengembang Indonesia (PI) Barkah Hidayat, yang menyebut kuota KPR FLPP menipis sejak Juli 2019.
"Kemarin ada pemindahan 5.000 unit dari bank yang tidak perform ke yang perform. Itu kira-kira sekitar 50 unit per cabang," kata Barkah.
Meski begitu, ia tetap mengapresiasi upaya Menteri PUPR Basuki Hadimuljono yang telah meminta tambahan alokasi KPR FLPP kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani.
"Kalau Kementerian PUPR memang sangat mendukung, tapi akhirnya ada pada Dirjen Anggaran (Kemenkeu)," ujarnya.
Di lain pihak, Basuki menyatakan, baru mendapat jawaban dari Sri Mulyani terkait permintaannya untuk menambah alokasi kuota KPR FLPP kepada pengembang.
"Saya sudah minta tambahan anggaran 2019 dan 2020. Pagi ini saya baru di-sms Bu Menkeu, 2020 Insya Allah bisa ditambah, tapi kalau 2019 masih dikaji. Karena kalau mau ditambah mekanismenya melalui APBN-P," kata Basuki saat sarasehan Buku Sejarah Perumahan dan Kamus Istilah Perumahan di Auditorium Kementerian PUPR, Senin (26/8/2019).
Ketua Umum Himpunan Perumahan Rakyat (Himpera) Endang Kawidjaja menilai, saat ini bola panas penyaluran KPR FLPP berada di tangan Menkeu.
Bila tak ada langkah konkret, akan banyak masyarakat yang terancam gagal melaksanakan akad kredit.
"Faktanya, minggu lalu sudah ada yang gagal akad. Kasihan, ada sekitar 200 konsumen yang gagal akad," ungkap Endang.
Tak cuma konsumen yang nasibnya terkatung-katung. Pengembang pun turut merasakan dampak dari menipisnya KPR FLPP.
Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Barat Joko Suranto mengungkapkan, di Subang, sejumlah pengembang sejak April sudah menghentikan kegiatan pembangunan.
Hal itu dipastikan akan berdampak pada mundurnya penyerahan unit hunian kepada konsumen.
"Artinya, kesulitan keuangan itu nyata," sebut Joko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.