Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Pengembang Hunian Berebut Milenial?

Kompas.com - 08/08/2019, 15:24 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Millennials atau milenial. Istilah ini makin popular menjadi "dagangan" atau bisa juga disebut sebagai gimmick, para pelaku usaha, termasuk pengembang properti.

Produk-produk baru yang mereka rilis dan kembangkan, selalu dibubuhi kata "milenial". Entah itu "apartemen milenial", "rumah milenial", atau "hunian milenial".

Cocok atau tidak properti-properti tersebut untuk kalangan milenial, itu perkara lain. Yang penting, ikut arus zamannya milenial yang memang tengah melambung.

Dalam catatan Kompas.com, nyaris seluruh pengembang menyasar kelompok ini. Sebut saja Ciputra Group, PT PP Properti, Adhi Properti, Wika Realty, Media Land, Perumnas, PT Intiland Development Tbk, sekadar menyebut contoh.

Sementara Sinarmas Land, meski serupa membidik pasar milenial, namun diimbuhi kata-kata "milenial mapan", dan "keluarga muda berpenghasilan mapan".

Siapa sih milenial? Ada apa dengan milenial? Kenapa selalu disebut-sebut?  

Baca juga: Lima Tahun Lagi, Generasi Milenial Terancam Tidak Bisa Membeli Rumah

Mengutip buku Statistik Gender Tematik: Profil Generasi Milenial Indonesia (2018) hasil kerja bareng Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dan Badan Pusat Statistik, istilah milenial dicetuskan pertama kali oleh William Strauss dan Neil.

Dalam bukunya yang berjudul Millennials Rising: The Next Great Generation (2000), mereka menciptakan istilah ini tahun 1987, yaitu pada saat anak-anak yang lahir pada tahun 1982 masuk pra-sekolah.

Saat itu media mulai menyebut sebagai kelompok yang terhubung ke milenium baru ketika lulus SMA tahun 2000.

Pendapat lain menurut Elwood Carlson dalam bukunya yang berjudul The Lucky Few: Between the Greatest Generation and the Baby Boom (2008), generasi milenial adalah mereka yang lahir dalam rentang tahun 1983 sampai dengan 2001.

Jika didasarkan pada Generation Theory yang dicetuskan oleh Karl Mannheim pada 1923, generasi milenial adalah generasi yang lahir pada rentang1980 sampai dengan 2000.

Generasi milenial juga disebut sebagai generasi Y. Istilah ini mulai dikenal dan dipakai dalam editorial koran besar Amerika Serikat pada Agustus 1993.

Baca juga: Rumah Mewah Rp 4,5 Miliar Buatan Perancis Hadir di Bekasi

Dibandingkan generasi sebelumnya, generasi milenial memiliki karakter unik berdasarkan wilayah dan kondisi sosial-ekonomi.

Salah satu ciri utama generasi milenial ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital.

Karena dibesarkan oleh kemajuan teknologi, generasi milenial memiliki ciri-ciri kreatif, informatif, mempunyai passion dan produktif.

Dalam aspek bekerja, Gallup (2016) menyatakan para milenial dalam bekerja memiliki karakteristik yang jauh berbeda dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya.

Di antaranya adalah mereka bekerja bukan hanya untuk menerima gaji, tetapi juga untuk mengejar tujuan.

Kembali pada konteks bisnis properti di Indonesia, mengapa kemudian milenial kerap dijadikan segmen sasaran para pengembang?

Baca juga: Incar Keluarga Muda, Sinarmas Bangun Rumah dengan Kolam Renang Pribadi

Jelas saja, karena jumlahnya demikian banyak. Menurut Susenas 2017, jumlah generasi milenial mencapai sekitar 88 juta jiwa atau 33,75 persen dari total penduduk Indonesia.

Selain itu, menurut Director Research and Consultancy Cushman and Wakefield Indonesia Arief Rahardjo, milenial yang baru bekerja, baik lajang, pasangan muda, maupun keluarga muda, membutuhkan hunian.

"Karena itu, para pengembang pasti akan menyediakan properti untuk mereka," kata Arief menjawab Kompas.com, Rabu (7/8/2019).

Hanya, dalam catatan Kompas.com, produk-produk properti yang ditawarkan, dibanderol dengan harga tinggi, dan relatif hanya bisa dijangkau oleh kalangan milenial tertentu.

Oleh karena itu, kata Arief, pengembang telah memastikan akan membangun produk yang masuk dalam hitungan bisnis mereka.

Untuk Tangerang Selatan, misalnya, yang merupakan salah satu daerah favorit, sudah tentu pengembangnya akan memasarkan produk sesuai dengan harga tanah.

Rentang harga Rp 1 miliar hingga Rp 1,5 miliar sejatinya merupakan patokan terendah di kawasan ini. Karena harga tanahnya sudah melesat hingga rata-rata Rp 15 juta per meter persegi.

Dua klaster Aure dan Amata dari Sinarmas Land, contohnya. Harga yang ditawarkan untuk klaster Aure mulai dari Rp 1,9 miliar untuk tipe 88 meter persegi hingga Rp 2,9 miliar untuk tipe 135 meter persegi.

Ilustrasi.shutterstock Ilustrasi.
Sementara klaster Amata dirancang dalam empat tipe berbeda dengan kelas lebih tinggi dibanding Aure yakni tipe 116 meter persegi, 156 meter persegi, 190 meter persegi, dan 200 meter persegi.

Amata dipasarkan mulai dari Rp 2,3 miliar untuk tipe 116 meter persegi, hingga Rp 4,1 miliar untuk tipe 200 meter persegi. Dalam jangka panjang, Amata akan dikembangkan sebanyak 80 unit. 

Baca juga: Marmer Italia, Kloset Jerman, Ini Spesifikasi Apartemen Mewah Jakarta

"Kami menyasar milenial muda atau keluarga muda mapan yang ingin up grade kelas dan kenyamanan," kata CEO Residential Sinarmas Land Herry Hendarta kepada Kompas.com, Senin (5/8/2019).

Ini artinya, ada juga milenial yang memiliki penghasilan mapan dan mampu mengakses hunian dengan harga tersebut di atas.

Demikian pula dengan daerah Bekasi, rumah dengan kisaran Rp 1 miliar hingga Rp 1,5 miliar mendominasi dengan porsi 51,3 persen.

"Jadi, sebenarnya harga rumah Rp 1 miliar-Rp 1,5 miliar termasuk dalam rentang harga rumah yang paling banyak pangsa pasarnya saat ini di pasar perumahan Jadebotabek," jelas Arief.

Pangsa pasar ini juga untuk keluarga muda yang mencari hunian pertama mereka. Dengan demikian, pendapatan yang diukur di sini merupakan family income bukan individu.

Ilustrasi apartemenShutterstock Ilustrasi apartemen
Sementara Direktur Pemasaran Perumnas Anna Kunti Pratiwi mengatakan, produk-produk Perumnas sangat diminati milenial karena terintegrasi transportasi publik.

Saat ini, harga properti-properti berkonsep transit oriented development (TOD) di Margonda, Tanjung Barat dan Pondok Cina yang dikembangkan BUMN ini berkisar antara Rp 400 juta hingga Rp 1,5 miliar.

"Kami juga mengalokasikan 20 persen dari setiap proyek untuk kalangan dengan pendapatan terbatas, termasuk milenial yang belum mapan," imbuh Anna.

Strategi harga dan metode pembayaran ini, menurut Anna, disesuaikan dengan kemampuan mereka yang tidak terikat dengan "keharusan mencicil bulanan".

Perumnas pun menyediakan fasilitas balloon payment, selain KPR/KPA. Hal serupa juga diadopsi oleh Ciputra Group, dan pengembang lainnya dengan gimmick "cicilan suka-suka".

Dengan strategi demikian, penjualan Perumnas sudah mencapai Rp 900 miliar, atau telah melewati separuh dari target sejumlah  Rp 1,5 triliun.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com