Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profil Pembeli Apartemen Rp 43,4 Miliar Tunai Bukan OKB Tanggung

Kompas.com - 17/07/2019, 20:06 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

 
JAKARTA, KOMPAS.com - "Profil pembeli apartemen mewah Rp 43,4 miliar yang enggak pake nyicil itu, benar-benar orang kaya. Bukan orang kaya tanggung yang ribet".
 
Demikian CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono mendeskripsikan karakter para pembeli apartemen mewah dengan harga puluhan miliar rupiah secara kontan. 
 
"Mereka adalah end user, membeli apartemen untuk digunakan. Biasanya sih selain untuk diri sendiri juga untuk anak-anaknya," tambah Hendra menjawab Kompas.com, perihal fenomena para pembeli apartemen mewah puluhan miliar rupiah secara cash, Selasa (16/7/2019).
 
 
Mereka, kata Hendra, tak peduli angka dan harga, karena tidak mengharapkan return on investment (ROI), maupun gain.
 
Oleh karena itu mereka memilih opsi pembayaran apartemen secara kontan alias tunai. Tidak mau dipusingkan dengan tetek bengek surat-menyurat dan administrasi perbankan demi mengurus kredit pemilikan apartemen (KPA).
 
"Dari pengalaman saya menemani dan memberikan konsultansi terkait pembelian apartemen, kalangan borjouis ini hanya make sure saja. Lay out-nya dilihat. Dan get the feeling of the ambience," imbuh Hendra.
 
Beda halnya dengan orang kaya baru atau orang kaya tanggung yang demikian ribet, juga inginnya detail karena mengharapkan sejumlah keuntungan, dan investasi kembali dengan cepat.
 
Pra-kualifikasi
 
Menariknya, sebelum orang-orang dengan fulus tak berseri ini memutuskan membeli apartemen mewah incaran, biasanya mencari tahu dulu siapa tetangga kiri-kanan.
 
Untuk mengakomodasi keinginan calon pembeli ini, biasanya para pengembang melakukan pra-kualifikasi melalui informasi yang disebar secara eksklusif.
 
Bukan lewat kampanye iklan provokatif, bukan pula memanfaatkan jasa broker, apalagi hanya dari brosur-brosur dan portal jual-beli properti.
 
"Rekomendasi sesama taipan adalah 'cara' paling efektif untuk meyakinkan mereka membeli apartemen. Karena itu, para pengembang menyeleksi siapa calon konsumen properti mewahnya," imbuh Hendra.
 
Perilaku belanja properti kalangan atas, sangat selektif. Mereka tidak sembarang membeli properti-properti yang digadang-gadang sebagai eksklusif dan mewah.
 
"Mereka tahu mana barang bagus, mana yang tidak," cetus Hendra.
 
Mereka akan melihat, siapa pengembangnya, bagaimana tingkat privasinya, keamanannya, serta bagaimana lingkungan sekitarnya (neighborhood) dan bahkan siapa tetangganya (who's who).

Kemudian, mereka akan melakukan komparasi dengan tempat tinggal atau domisili saat ini yang bukan lagi di wilayah yang secara tradisi merupakan konsentrasi orang-orang kaya macam Menteng, Kebayoran Baru, dan Pondok Indah.
 
Mereka bertempat tinggal di Singapura, Inggris, Amerika Serikat, dan bahkan Australia. Karena secara finansial sudah merdeka, mereka bisa bebas melakukan apa saja, termasuk jalan-jalan antar-negara, dan antar-benua kapan pun mereka mau.
 
Demikianlah perbedaan diametral antara profil pembeli apartemen mewah yang berasal dari kasta ekonomi teratas, dengan mereka yang baru sampai taraf social climber.
 
Meminjam istilah Hendra, orang tajir melintir ini diibaratkan sebagai super tycoon dengan kekayaan minimal lebih dari 5 juta dollar AS atau ekuivalen Rp 70,6 miliar yang masuk kategori ultra high net worth individual (UHNWI).
 
Nah, menurut Laporan Kekayaan atau Wealth Report 2018 yang dirilis Knight Frank, jumlah orang Indonesia dengan kekayaan lebih dari 5 juta dollar AS  mencapai 19.010 orang. Jumlah ini meningkat hampir 11 persen bila dibandingkan tahun lalu sebanyak 17.180 orang.
 
Sementara mereka yang memiliki kekayaan di atas 50 juta dollar AS atau setara Rp 708,8 miliar mencapai 1.160 orang. Jumlah ini 10 persen lebih tinggi bila dibandingkan tahun sebelumnya.
 
 
Adapun mereka yang memiliki kekayaan di atas 500 juta dollar (Rp 7,08 triliun) mencapai 70 orang atau mengalami kenaikan 17 persen bila dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 60 orang.
 
Merekalah yang masuk dalam kategori UNHWI yang mampu mengakses apartemen mewah Rp 43,4 miliar sekelas Regent Residence dengan pembayaran tunai.
 
Ceruk pasar yang sangat nieche, namun mampu mendatangkan nilai revenue besar bagi pengembang.
 
Ciputra Group saja, imperium bisnis properti terbesar di Indonesia, tidak ngoyo memompa penjualan Raffles Residence agar cepat laku terjual. Bahkan, mereka menghentikan penjualan selama tiga tahun terakhir.
 
"Kami menunggu momentum yang tepat untuk melepasnya lagi ke pasar," kata Direktur Ciputra Group Artadinata Djangkar kepada Kompas.com, Selasa (16/7/2019).
 
Hingga saat ini masih tersisa 20 persen dari total 88 unit Raffles Residence yang berlokasi di Ciputra World 1 Jakarta. Empat unit di antaranya merupakan griya tawang atau penthouse. 
 
Posisi terakhir harga jual yang dipublikasikan pada 2014 silam adalah Rp 33 miliar untuk unit seluas 400 meter persegi.
 
Pemilik Senayan City
 
Salah satu orang kaya Jakarta yang masuk kategori UHNWI adalah Harry Gunawan. Dia mengaku membeli penthouse di Four Seasons Kuningan Jakarta, dengan tunai keras (hard cash).
 
"Saya tertarik beli karena privasi, tingkat keamanan yang maksimum, dan juga brand-nya. Four Seasons Residence Jakarta Kuningan waktu itu adalah apartemen termewah di negeri ini. Tanpa pikir panjang, saya bayar cash," kata Harry kepada Kompas.com, Selasa (15/7/2019).
 
Harry membenarkan pernyataan Hendra, bahwa orang kaya yang membeli apartemen mewah secara tunai, tidak mau dipusingkan hal remeh-temeh. Termasuk administrasi perbankan untuk pengajuan kredit pemilikan apartemen (KPA).
 
Siapa Harry?
 
Lelaki berkulit terang ini adalah pemilik saham mayoritas salah satu pusat belanja mewah Jakarta, Senayan City, mal menengah Emporium Mall Pluit di Jakarta Utara, dan pusat belanja menengah-bawah Tamini Square di Jakarta Timur. 
 
Dia juga pemilik menara kembar, apartemen The Peak, di Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan. Selain itu, sejumlah properti mentereng lainnya juga dia miliki.
 
Sebut saja, Six Senses Resort Uluwatu Bali, perkantoran The City Center (TCC) Batavia di Jl Mas Mansyur, Jakarta Pusat, dan The City Tower (TCT) Thamrin, juga di Jakarta Pusat.
 
Harry juga bermitra bisnis dengan Hutomo Mandalaputra atau Tommy Soeharto untuk proyek Mangkuluhur City di bilangan Gatot Subroto, Jakarta Pusat.
 
 
 
 
 
 
 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau