JAKARTA, KOMPAS.com - Tahun 1990-an hingga awal 2005 merupakan rentang waktu kejayaan pusat belanja berkonsep trade center.
Pembangunan trade center secara masif terjadi hampir di seluruh kota-kota besar di Indonesia.
Tak hanya greater Jadebotabek, melainkan juga mewabah hingga ke Semarang, Surabaya, Medan, dan bahkan Makassar.
Ribuan unit kios yang dipasarkan di satu gedung, terserap pasar dalam waktu singkat, menjadi kisah lazim pada waktu itu.
Sejatinya, pusat belanja, atau tepatnya pusat perdagangan berkonsep trade center ini dibidani kelahirannya oleh PT Duta Pertiwi Tbk yang saat ini merupakan tentakel usaha dari raksasa bisnis properti Sinarmas Land.
ITC Mangga Dua merupakan embrio dari cerita sukses ITC-ITC besutan Sinarmas Land selanjutnya. Tak tanggung-tanggung, ITC-ITC ini mencakup ribuan unit kios.
Baca juga: Ini Penyebab Runtuhnya Kejayaan ITC (I)
ITC Mangga Dua saja berisi tak kurang dari 3.500 unit kios. Dan, nyaris seluruh kios buka dengan jenis barang dagangan yang dipajang memenuhi badan koridor.
Di sini kita dengan mudah mendapati pakaian jadi, garmet atau tekstil dan barang lainnya dengan harga "miring".
CEO Leads Property Indonesia Hendra Hartono menuturkan, ciri khas dari pusat belanja berkonsep trade center adalah homogen.
"Rata-rata peritel di ITC lebih homogen yang sudah pasti dicari oleh pengunjung, dan pembeli. Seperti pakaian, tekstil, garmen atau barang elektronik murah," kata Hendra kepada Kompas.com, Rabu (3/7/2019).
Para peritel ini, lanjut Hendra, mengharapkan fast moving sales dengan volume tinggi, karena barang yang dijual pun bersifat fast moving low cost fashion.
Karena itu, mafhum adanya, jika transaksi ratusan miliar, bahkan triliunan rupiah terjadi selama tujuh hari dalam seminggu mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 18.00 WIB.
Baca juga: Ruang Kosong Pusat Belanja di Jakarta Terus Bertambah
Mereka yang terlibat dalam jual beli di ITC Mangga Dua ini, tak sebatas yang berbisnis di Jadebotabek. Pembeli dari luar kota, hingga kawasan regional Asia Tenggara, kerap datang ke sini.
Pusat perdagangan yang berada di kawasan Mangga Dua ini pun, tampil sebagai kompetitor Pusat Grosir Tanah Abang, yang secara tradisional menjadi sentra perdagangan terbesar di kawasan Asia Tenggara.
Tak pelak, ITC Mangga Dua kemudian menjadi rujukan alias model bagi pengembangan trade center sejenis.
Berturut-turut PT Perdana Gapura Prima Tbk membangun Bandung Trade Center (BTC) di Bandung, dan PT Lamicitra Nusantara (Tbk) dengan Jembatan Merah Plaza, dan Pusat Grosir Surabaya.
Kembali pada ITC, model bisnis ritel ini mengadopsi sistem strata title. Harian Kompas, 16 Maret 1991 menyebutkan, ITC Mangga Dua merupakan pusat perbelajaan dengan konsep strata title atau trade center pertama di Indonesia.
Pusat perbelanjaan ini berdiri pada tahun 1991 dengan luas 70.000 meter persegi. Dalam perjalanan awalnya, ITC Mangga Dua masih sepi pengunjung.
Baca juga: Tingkat Kekosongan Pusat Belanja di Jakarta Meningkat
Krisis multidimensi yang terjadi 1997-1998, berkontribusi terhadap pusat perbelanjaan yang sebelumnya sepi menjadi ramai oleh pedagang baru.
Pedagang baru ini merelokasi kiosnya yang terkena musibah kerusuhan Mei 1998 ke ITC Mangga Dua.
Gajah Mada Plaza pun merebut pedagang tersebut, dengan membuka pusat komputer di lantai tower ground-nya.
Model pusat perbelanjaan ini kemudian menjamur dan ditiru oleh pengembang lainnya. Mungkin tanpa disadari, perusahaan properti ini menularkan sebuah konsep bisnis baru.
Duta Pertiwi memasarkan dengan sukses ruangan tokonya yang menggunakan sistem strata.
Baca juga: Ini Penyebab Turunnya Kejayaan ITC (III)
Sistem ini mengilhami para pemilik modal yang sebelumnya bukan pengembang untuk ikut meraih kesempatan dengan mengembangkan lahan dengan sistem tersebut.
Para pemilik modal itu menggunakan nama trade center, karena Internasional Trade Center (ITC) sudah menjadi trade mark PT Duta Pertiwi Tbk.
Adanya penggusuran dari Pasar Pagi, kios dan pedagang yang banyak menjual pakaian jadi, membuat mereka hijrah ke Mangga Dua sehingga terkenal sebagai pusat garmen nasional.
Arsip Harian Kompas, 8 Juli 1996 menyebutkan para pedagang papan atas di tempat ini, terutama di sektor garmen, mempunyai jaringan yang amat luas di Asia Pasifik, bahkan di daratan Eropa.
Selain garmen, terdapat pedagang aksesori, bahan-bahan dari kulit (koper, tas, dompet dan sebagainya), bahan-bahan dari plastik, dan bahkan barang elektronik yang mempunyai jaringan bisnis kuat di Asia Timur.
Itu sebabnya, berbagai jenis barang yang ditawarkan di sini dianggap lebih murah dibanding tempat lain. Bahkan, larisnya tempat ini semakin melambungkan harga kiosnya.
Tak hanya itu, kios-kios yang ada di dalamnya pun diburu investor lokal. Mereka bukan hanya berasal dari kawasan di sekitar Jakarta, namun juga dari Surabaya, Medan, Bandung, Palu, dan kota-kota besar lainnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.