KOMPAS.com - Terowongan Mina mengingatkan pada tragedi besar yang terjadi pada 2 Juli 1990.
Saat itu, lebih dari 1.000 jemaah menjadi korban meninggal dunia karena desakan yang terjadi terowongan ini. Dari ribuan korban, lebih dari 600 orang di antaranya merupakan jemaah haji asal Indoensia.
Pemberitaan LA Times, 4 Juli 1990, menyebutkan, Terowongan Mina atau Terowongan Haratul Lisan merupakan jalur pejalan kaki yang membentang di bawah pegunungan.
Struktur penghubung ini dibangun sepanjang 550 meter dengan lebar 18 meter dan berfungsi sebagai jalur khusus bagi para jemaah yang akan melaksanakan lempar jumrah.
Terowongan yang menghubungkan Mekah menuju Mina dan Dataran Arafat ini dibangun dengan dana 15 miliar dollar AS pada tahun 1988.
Tragedi Mina
Harian Kompas, 8 Juli 1990 menuliskan, dalam keadaan diam pun, terowongan ini hanya mampu menampung sekitar 40.000 orang.
Sementara itu, artikel Harian Kompas, 29 Juli 1990 menyebutkan, Komandan Keamanan Haji Pemerintah Arab Saudi saat itu, Mayor Jenderal Abdulkader A. Kamal, mengatakan, daya tampung terowongan sebanyak 26.000 orang.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Ribuan Jemaah Haji Meninggal Dunia dalam Tragedi Mina
Adapun, saat peristiwa terjadi, terowongan dipenuhi oleh 50.000 orang.
Hal ini kemudian diperparah dengan matinya kipas angin dan blower di dalam terowongan. Kipas angin yang berfungsi mengalirkan oksigen mati, dan mengakibatkan udara di dalam terowongan pengap.
Akibatnya, para jemaah merasa sesak napas dan kepanasan. Oleh karena itu, mereka yang berada di dalam kemudian panik dan bergegas keluar dari terowongan. Para jemaah datang dari dua arah, berdesak-desakan hingga menarik dan menginjak orang lain.
Insiden ini terjadi tepat di mulut terowongan. Menurut Harian Kompas, 29 Juli 1990, lokasi kejadian sepanjang 30 meter itu terbagi atas 10 meter ujung terowongan dan 20 meter ujung jembatan layang.
Jalanan di lokasi ini memang menurun dan menjadi pertemuan bagi jemaah yang ingin masuk dan keluar dari terowongan.
Banyaknya jumlah peziarah saat kejadian menyebabkan bottleneck atau kemacetan pada ujung terowongan.
Korban jatuh bukan hanya karena insiden berdesakan di dalam terowongan, tetapi juga karena jatuh dari jembatan layang setinggi 10 meter. Seperti diketahui, ujung terowongan menyambung langsung ke jembatan layang.