KOMPAS.com - Lenardo da Vinci bukan hanya sekadar seniman. Dalam berbagai catatan dan sketsanya, ia memiliki visi sendiri tentang perencanaan kota dan kawasan urban.
Sekitar tahun 1486 setelah wabah yang menewaskan setengah populasi di Milan, Leonardo mengalihkan pikirannya ke masalah perencanaan kota.
Tidaklah mudah untuk mengidentifikasi visi yang terkoordinasi tentang kota ideal Leonardo. Ini karena caranya yang tidak teratur dalam menangani catatan dan sketsa.
Baca juga: Sejarah Giethoorn, Kota Tanpa Jalan Raya
Dia menginginkan kota yang nyaman dan luas, dengan jalanan dan arsitektur yang tertata dengan baik. Dia merekomendasikan kota dengan tembok yang tinggi dan kuat dengan menara dan benteng.
Dia ingin kota itu dibangun di beberapa tingkat dan dihubungkan dengan tangga vertikal.
Desain ini mulai diterapkan pada tahun 1920-an bersamaan dengan lahirnya gerakan modernis.
Desain tersebut kini dapat dilihat di gedung-gedung tinggi hari ini. Tetapi ide utama dari visi Leonardo adalah perpaduan arsitektur dan teknik.
Seniman ini membuat desain bangunan hidraulik yang luas untuk membuat kanal buatan di seluruh kota.
Kanal-kanal itu diatur oleh kunci dan waduk, sehingga membuat kapal mudah untuk menepi ke darat dan mengangkut barang.
Gagasan tersebut sekaligus mempermudah transportasi dan pengangkutan barang antar wilayah.
Tak hanya itu, Leonardo juga berpikir bahwa lebar jalan harus sesuai dengan ketinggian rata-rata rumah-rumah yang berdekatan.
Aturan ini kini banyak diikuti oleh kota-kota kontemporer di Italia untuk memungkinkan masuknya cahaya matahari serta mengurangi risiko kerusakan akibat gempa bumi.
Meski hanya berupa catatan dan sketsa, beberapa fitur gagasannya tentang sistem perkotaan mulai diaplikasikan pada abad ke-19.
Misalnya, pembagian kota berdasarkan fungsi dengan layanan dan infrastruktur yang terletak di tingkat yang lebih rendah dan jalan-jalan. Selain itu trotoar yang luas dan berventilasi bagi penduduk.