Selain itu, Matheu juga membayangkan, terowongan tersebut akan diterangi dengan penerangan dari lampu minyak, kereta kuda, serta sebuah pulau buatan yang diposisikan di tengah selat untuk mengganti kuda.
Dokumen New York Times yang terbit pada 7 Agustus 1866 menyebutkan, setelah itu Aimé Thomé de Gamond melakukan survei geologis dan hidrografi pertama. Dia lalu membuat beberapa skema pembangunan terowongan.
Pada 1856 Thomé de Gamond akhirnya menyerahkan proposal kepada Napoleon III untuk membangun terowongan kereta api dari Tanjung Gris-Nez ke Eastwater Point.
Gagasan lain juga muncul dari pihak Inggris. Pada tahun 1865, George Ward Hunt mengusulkan gagasan tentang terowongan.
Gagasan lainnya muncul pada 1866 di mana William Low dan Sir John Hawkshaw mempromosikan ide pembangunan. Namun sayang, ide tersebut hanya sampai di studi geologi awal, selebihnya tidak ada yang dilaksanakan.
Setelah berbagai ide dan gagasan muncul, sebuah protokol antara kedua negara dibentuk pada 1876 untuk pembangunan terowongan kereta api.
Pada 1881, pengusaha kereta api asal Inggris Sir Edward Watkin dan kontraktor asal Perancis Alexandre Lavalley melakukan eksplorasi di kedua sisi saluran.
Di sisi Inggris, mesin bor Beaumont-English berdiameter 2,13 meter ditempatkan untuk menggali terowongan sepanjang 1,89 kilometer dari Shakespeare Cliff.
Sementara dari sisi Perancis, mesin serupa ditempatkan untuk melakukan penggalian sepanjang 1,66 kilometer dari Sangatte.
Namun sayang, proyek kerja sama ini dihentikan pada Mei 1882 akibat dari kampanye politik yang menganggap keberadaan terowongan akan membahayakan pertahanan nasional Inggris.
Tulis komentar dengan menyertakan tagar #JernihBerkomentar dan #MelihatHarapan di kolom komentar artikel Kompas.com. Menangkan E-Voucher senilai Jutaan Rupiah dan 1 unit Smartphone.
Syarat & Ketentuan