Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ibu Kota Pindah, Pemerintah Frustrasi Benahi Jakarta?

Kompas.com - 01/05/2019, 14:00 WIB
Dani Prabowo,
Hilda B Alexander

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga mempertanyakan, alasan pemerintah pusat kembali mewacanakan pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke luar Pulau Jawa.

Jakarta dengan beragam persoalannya, mulai dari banjir, macet, hingga urbanisasi, telah terjadi sejak puluhan tahun.

Meski pemerintahan silih berganti, namun belum ada satu pun kepala daerah yang benar-benar bisa menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.

"Apakah ini merupakan (tanda) bahwa pemerintah pusat sudah frustrasi dalam mengatasi persoalan di Jakarta? Beban Jakarta sudah berlebih nih, yuk pindah. Ini kan salah satu bentuk frustrasi atas penataan kota yang enggak beres-beres," kata Nirwono kepada Kompas.com, Selasa (30/4/2019).

Baca juga: Ibu Kota Dipindahkan, Apa Urgensinya?

Menurut dia, pemindahan ibu kota tidak akan serta merta menyelesaikan sejumlah persoalan yang ada. Sebaliknya, diperlukan penanganan yang lebih masif untuk menyelesaikan persoalan hingga ke akarnya.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Istana Merdeka pada 19 Maret lalu telah mengajukan proposal proyek infrastruktur senilai Rp 571 triliun.

Adapun proyek infrastruktur tersebut dirancang untuk pembangunan jangka panjang atau multiyears hingga 2030 mendatang.

Menurut Nirwono, upaya tersebut sudah cukup baik guna mengatasi sejumlah persoalan klasik yang terjadi di ibu kota.

Baca juga: Kementerian PUPR Punya Desain Ibu Kota Baru Bernama Kota Pancasila

"Karena di sana termasuk untuk pembenahan infrastrutkur transportasi guna mengurangi kemacetan, untuk pengendalian banjir, dan pengembangan kota-kota di Jabodetabek untuk mengurangi urbanisasi," sambung Nirwono.

Selain itu, pemindahan ibu kota juga memerlukan dana tak sedikit. Bappenas mengkaji, dibutuhkan anggaran Rp 466 triliun untuk merealisasikannya.

Sementara pemerintah, menurut Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono tak bisa mengandalkan anggaran pendapatan belanja negara ( APBN) murni.

"Enggak, mungkin kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), mungkin swasta, tapi tidak APBN murni semua. Tidak mungkin," kata Basuki menjawab Kompas.com, Selasa (30/4/2019).

Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Butuh Infrastruktur yang Masif

Menurut dia, kemampuan APBN untuk mendanai pemindahan tersebut hanya sekitar 50 persen dari total kebutuhan anggaran.

"Kemarin dihitung Bappenas kalau itu Rp 466 triliun, itu negara mungkin Rp 250 triliunan," ungkap Basuki.

Ada beberapa hal yang menjadi penyebab besarnya kebutuhan anggaran tersebut. Pertama, adanya keharusnya memindahkan seluruh aparatur sipil negara (ASN) yang berkantor di pemerintah pusat di DKI Jakarta.

Kedua, dengan pemindahan tersebut maka harus dibangun kantor baru sebagai tempat mereka bekerja.

Baca juga: Tanjung Selor, Model Pengembangan Ibu Kota Baru

Berikutnya, diperlukan pembangunan infrastruktur yang menunjang kegiatan sehari-hari, mulai dari konektivitas, air, hingga perumahan.

Adapun luas wilayah yang akan dikembangkan bila seluruh ASN dipindahkan berikut keluarganya mencapai 40.000 hektar. 

"Tapi kalau ASN-nya dengan resizing itu dibutuhkan sekitar 870.000 orang. Kalau itu butuh sekitar 30.000 hektar, biayanya sekitar Rp 323 triliun," imbuh Basuki.

Rencana pemindahan ibu kota sebelumnya dibahas pada saat rapat terbatas di Istana Kepresidenan, Senin (29/4/2019) lalu. Dalam rapat tersebut, Presiden memutuskan untuk memindahkan ibu kota di luar Pulau Jawa.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com