JAKARTA, KOMPAS.com - Pasar jual beli furnitur daring dinilai masih sangat terbuka lebar. Apalagi di tengah berkembangnya teknologi informasi, mulai bermunculan perusahaan start up yang mengusung konsep ini.
Hal tersebut juga akan membawa persaingan khusus bagi para pedagang furnitur tradisional yang masih membuka toko luar jaringan (luring).
CEO Dekoruma Dimas Harry Priawan mengungkapkan hal tersebut saat menjawab pertanyaan Kompas.com, pada pembukaan Dekoruma Experience Center (DEC) di Jakarta, Selasa (30/4/2019).
Ia menjelaskan, saat ini total transaksi ritel secara daring di Indonesia baru menyentuh angka 3 persen.
Persentase tersebut jauh di bawah Amerika Serikat dan China yang telah menyentuh angka 20 persen.
Baca juga: Buka Galeri Perdana, Dekoruma Tawarkan Diskon Jasa Interior
"Anggap transaksi 1 triliun USD, itu baru 3 persen. Artinya apa, masih banyak," ungkap Dimas.
Dari total transaksi e-commerce di Indonesia, transaksi bisnis furnitur baru mencapai 0,2 hingga 0,3 persen.
Kendati demikian, ia optimistis, angka tersebut akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan finansial masyarakat dalam membeli hunian.
Potensi itu terlihat setidaknya dari jumlah traffic pengunjung laman Dekoruma setiap bulannya yang mencapai 2,5 juta pengunjung.
Di samping itu, setiap bulan start up yang berdiri sejak 2016 ini melayani paket pekerjan dengan nilai yang cukup fantastis.
Selebihnya berada di kisaran Rp 30 jutaan dan ada pula yang mencapai level ratusan juta, meski tidak terlalu banyak.
"Kalau melihat sejarah di luar negeri, yang paling terakhir muncul di online itu memang ada dua, furnitur dan sayur mayur," sebut Dimas.
Dimas menambahkan, salah satu tantangan terbesar dalam pengembangan bisnis ini adalah membangun kepercayaan publik.