Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dana China di Balik Proyek Raksasa Jazirah Arab

Kompas.com - 25/04/2019, 17:21 WIB
Hilda B Alexander

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tak hanya mampu memenangkan negosiasi dengan Malaysia melalui proyek infrastruktur kereta cepat senilai 44 miliar ringgit atau ekuivalen Rp 151 triliun, China juga membuat negara-negara di Jazirah Arab "takluk".

Dengan fulus ratusan triliun Rupiah, negeri Tirai Bambu ini mendanai sejumlah proyek infrastruktur dan properti skala raksasa di Uni Emirat Arab (UEA), Oman, Mesir, Aljazair, Suriah, dan lain-lain.

Dalam laporannya, The Economist mencatat, dalam setahun saja yakni 2015-2016, pinjaman infrastruktur dan properti dari China yang mengalir ke negara-negara Arab tumbuh sepuluh kali lipat, menjadi 3,5 miliar dollar AS atau setara Rp 50 triliun.

Lebih dari setengahnya mengucur ke UEA untuk membiayai proyek-proyek seperti perluasan bandara Dubai, yang merupakan tersibuk di dunia.

Sementara menurut lembaga think tank American Enterprise Institute, sejak 2005 China telah menandatangani kesepakatan konstruksi senilai 148 miliar dollar AS (Rp 2.101 triliun) dengan negara-negara Arab.

Lebih dari sepertiganya digunakan untuk proyek-proyek energi yang, meskipun perlu, tidak akan mempekerjakan banyak penduduk setempat. Bahkan konstruksi itu sendiri tidak menciptakan banyak pekerjaan lokal.

Tahun lalu, China menjanjikan 23 miliar dollar AS (Rp 326,5 triliun) dalam bentuk pinjaman dan bantuan untuk negara-negara Arab dan menandatangani lagi 28 miliar dollar AS (Rp 397,5 triliun) dalam transaksi investasi dan konstruksi.

Baca juga: Kini, Ethiopia Sudah seperti China di Afrika

Bagaimana kondisi sekarang? Yang pasti dana China yang diinvestasikan mengalami lonjakan tajam, dan merambah ke wilayah-wilayah antah berantah.

Contohnya di Oman atau tepatnya 500 kilometer dari ibu kota Muscat yang sepi, China tengah membangun zona industri seluas 1.000 hektar dengan nilai investasi 10 miliar dollar AS atau setara Rp 152 triliun.

Kota KairoBritannica Kota Kairo
Belum lagi gedung pencakar langit di ibu kota Mesir, Kairo yang dicanangkan pada tahun lalu dan juga menelan dana fantastis triliunan rupiah. 

Baca juga: Gedung Tertinggi Afrika Karya Zaha Hadid Bakal Hadir di Mesir

Di mana-mana

Menurut The Economist, dunia Arab memang haus akan investasi semacam itu. Perputaran uang tunai tahunan turun dua pertiga sejak 2008 dan jauh di belakang pasar negara berkembang lainnya.

Di Mesir misalnya, yang terkenal dengan kapasnya. Perusahaan tekstil milik perusahaan pelat merahnya berantakan, dengan mesin yang belum diperbarui dalam beberapa dekade.

China kemudian mengincarnya, dan mereka masuk pada Januari dengan iming-iming utang 121 juta dollar AS (Rp 1,7 triliun) untuk membangun pabrik-pabrik tekstil modern di luar Kairo.

Kendati para pejabat Mesir berharap proyek tersebut akan menciptakan lebih dari 100.000 pekerjaan, namun kritikus menganggap hal ini sebagai tidak umum.

Aneka rempah di pasar Spice Souq, Deira, Dubai, Uni Emirat Arab.Shutterstock Aneka rempah di pasar Spice Souq, Deira, Dubai, Uni Emirat Arab.
Mereka khawatir pekerja lokal tersingkirkan, karena proyek tersebut berpotensi dibanjiri tenaga kerja asal penyandang dana.

Pasalnya, hal serupa terjadi ketika perusahaan rekayasa konstruksi China membangun resor bintang lima Sheraton, dan sebuah penjara di Algeria, ibu kota Aljazair.

Di dua proyek tersebut, dan lusinan lainnya di Aljazair dengan nilai agregat 16 miliar dollar AS (Rp 227,1 trilun), terdapat 40.000 pekerja China membanjiri negeri maghribi ini dan melakukan sebagian besar pekerjaan konstruksi.

Belum lagi masalah neraca perdagangan antara Cina dan dunia Arab yang tidak seimbang. Pada 2017, Tunisia mengimpor barang senilai 1,9 miliar dollar AS (Rp 27 triliun) dari China, 9 persen dari total impornya.

Baca juga: Kontraktor China Memulai Pembangunan Gedung Tertinggi di Afrika

Sementara nilai ekspornya hanya 30 juta dollar AS (Rp 426 miliar). "Dua puluh lima persen dari defisit perdagangan kami berasal dari China saja," kata penasihat perdana menteri Lotfi Bensassi.

Demikian halnya dengan pernak-pernik souvenir untuk para pelancong asing, ternyata sudah dikuasai produk buatan pabrik-pabrik China. Tak didapati lagi suvenir buatan orang arab.

Ekspansi China bahkan sudah menembus kaffiyeh, simbol identitas Palestina. Di Tepi Barat, penduduk lokal tidak dapat mengimbangi pesaing dari Negeri Panda itu.

Dengan kuatnya posisi China ini, membuat para pejabat negara-negara Arab yang pernah mengabaikan mulai membicarakannya sebagai kekuatan regional yang terus meningkat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com