JAKARTA, KOMPAS.com – Nyaris sebulan moda raya terpadu (MRT) Jakarta beroperasi. Dalam perjalanannya melayani masyarakat ibu kota, MRT Jakarta memang belum sempurna.
Ada yang menganggapnya cukup sukses mengubah perilaku berkendara warga jakarta, namun tak sedikit yang masih memberikan beberapa catatan khusus. Terutama terkait tingkat pelayanan.
Keberhasilan MRT Jakarta, dinilai tak hanya dari banyaknya penumpang yang diangkut per hari, melainkan juga level of service di jalan.
Menurut Ketua Bidang Transportasi Ikatan Ahli Perencanaan (IAP) DKI Jakarta Reza Firdaus, ukuran kinerja level of service dihitung berdasarkan tingkat penggunaan jalan, kecepatan, kepadatan, dan hambatan yang terjadi.
“Dengan kata lain keberadaan MRT harus dapat mengurangi kemacetan, atau seberapa besar share transportasi publik terhadap total moda transportasi di koridor itu,” ucap Reza kepada Kompas.com, Selasa (9/4/2019).
Dia mencontohkan warga Jakarta yang berangkat dari Lebak Bulus menuju ke Bundaran HI ada 200.000 orang per hari.
Baca juga: Setelah Bertarif, MRT Jakarta Diisi 60.000-70.000 Penumpang Per Hari
Dari angka itu, bisa dihitung jumlah orang yang menggunakan mobil dan sepeda motor pribadi, taksi, serta alat transportasi publik.
“Semakin besar persentase orang yang menggunakan transportasi publik, semakin sukses moda itu,” imbuhnya.
Sebab, kepadatan kendaraan pribadi di jalan akan berkurang sehingga bisa mengurangi kemacetan lalu lintas.
Selain itu, hasilnya pun akan berpengaruh positif ke hal lain, misalnya mempercepat waktu perjalanan, mengurangi polusi udara karena emisi karbon dioksida dari pembakaran bensin pun berkurang.
Ujung-ujungnya, lingkungan menjadi lebih sehat dan kualitas hidup masyarakat pun meningkat.
Reza menambahkan, seharusnya pemerintah membuat penelitian tentang level of service jalanan di Ibu Kota sehubungan dengan kehadiran MRT.
“Perhitungan itu harusnya masuk di feasibility study proyek MRT. Karena kita bukan hanya bisa menghitung kondisi sekarang, memperkirakan masa depan pun bisa,” cetusnya.
Enam Tingkat
Untuk diketahui, sesuai Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 96 Tahun 2015, ada enam tingkat pelayanan atau level of service mulai dari yang paling bagus sampai paling buruk.
Sebagai gambaran, tingkat pelayanan A merupakan yang paling bagus, dengan kondisi kepadatan lalu lintas di jalan sangat rendah.
Kemudian, tingkat pelayanan B. Kondisi kepadatan lalu lintasnya rendah. Pengemudi masih cukup bebas memacu kecepatan kendaraannya dan memilih lajur jalan yang digunakan.
Berikutnya, tingkat pelayanan C, yaitu kondisi kepadatan lalu lintasnya sedang karena ada hambatan internal yang meningkat.
Pengemudi terbatas untuk melajukan kendaraannya dan memilih pindah lajur atau mendahului.
Baca juga: MRT Beroperasi, Momentum Bagi DKI Wujudkan Program DP 0 Rupiah
Selanjutnya, tingkat pelayanan D. Kepadatan lalu lintas sedang, tetapi ada fluktuasi volume lalu lintas dan hambatan bersifat sementara yang bisa menurunkan kecepatan secara signifikan.
Kebebasan pengemudi untuk menjalankan kendaraannya sangat terbatas, tetapi kondisi ini masih bisa dimaklumi jika hanya dalam waktu yang singkat.
Setelah itu, tingkat pelayanan E, yakni kepadatan kendaraannya tinggi karena volume lalu lintas yang mendekati kapasitas jalan sehingga kecepatan sangat rendah. Pengemudi mulai merasakan kemacetan dalam durasi pendek.
Terakhir, tingkat pelayanan F. Dalam kondisi ini, kepadatan lalu lintas sangat tinggi dan terjadi antrean kendaraan yang panjang sehingga terjadi kemacetan yang cukup lama.
Pengemudi harus menurunkan kecepatan kendaraan, bahkan menghentikannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.