KALAU tak molor, operasionalisasi MRT Jakarta Tahap I sepanjang 16 kilometer trase Lebak Bulus-Bunderan HI tinggal menghitung hari.
Masyarakat Jakarta sangat antusias dan sudah tidak sabar mencoba MRT Jakarta pada 12 Maret 2019. Terbukti, tiket untuk publik yang dibuka pada beberapa waktu lalu langsung ludes hanya dalam waktu dua jam.
Operator PT MRT Jakarta pun sudah menyiapkan segalanya, termasuk awak kereta. Sebanyak 17 instruktur masinis, 54 masinis, dan 12 pengendali Operation Control Center (OCC) telah mendapatkan pelatihan di manca negara.
Namun, jika kita tarik ulang dan melihat rencana terakhir, seharusnya MRT Jakarta sudah beroperasi tahun 2017. Artinya ini molor 2 tahun. CEO PT MRT Jakarta pun sudah berganti tiga kali selama kurun tiga hingga empat tahun terakhir.
Selain itu, masih banyak ketimpangan teknis, terutama untuk kemudahan dan kenyamanan pejalan kaki yang terabaikan di beberapa stasiun elevated sepanjang Jl Fatmawati, serta lanjutan kebijakan lain agar moda transit lain macam Light Rail Transit (LRT) dan Bus Rapid Transit (BRT) menjadi pilihan masyarakat.
Perubahan rancangan MRT
Beberapa perubahan desain dan rencana operasi MRT Jakarta perlu dimaklumi dan sudah terjadi. Target awal ridership dalam basic design Jmec 2015, tertulis sebanyak 173.400 penumpang per hari, 12.000 penumpang pada jam puncak, di mana setiap 5 menit lewat satu rangkaian kereta.
Dalam rencana awal juga tercantum rasio kongesti sebesar 190 persen (6 cars), termasuk berdiri dengan kondisi agak rapat dan padat-padatan.
Kini target hanya hanya 60.000 penumpang per hari. Artinya, produktivitas rencana MRT Jakarta sudah diturunkan 60 persen.
Padahal, 16 rangkaian kereta, 14 yang dioperasikan dan 2 untuk cadangan, masing-masing terdiri 6 kereta sudah tersedia.
Kini dengan target hanya 60.000 sehari, maka pada jam sibuk diperkirakan tidak lebih 9.000 penumpang, atau minimum hanya 6,000 penumpang saat jam sibuk.
Ini cukup dilayani 2-3 kereta serangkai, bahkan bila rasio kongesti dipertahankan 190 persen ini cukup satu kereta saja, di mana setiap 5 menit tetap ada kereta lewat.
Atas dasar ini diperkirakan 50 persen kereta-kereta ini sementara menjadi idle (sia-sia), hanya parkir dan akan terpakai ketika ridership harian sudah meningkat.
Kondisi demikian mengharuskan ridership MRT Jakarta harus dipompa naik dengan berbagai strategi dan kebijakan.
Langkah selanjutnya